Senin, 15 Desember 2014

PENANGANAN PERILAKU AGRESIF PADA ANAK



Perilaku agresif secara tipikal adalah setiap perilaku yang bertujuan untuk menyakiti atau merugikan orang lain baik secara fisik maupun psikis. Dampak perbuatan tersebut tidak saja merugikan sikorban, melainkan juga si pelaku sendiri. Untuk melakukan identifikasi anak yang dikatagorikan berperilaku agresif ada beberapa kriteria yang perlu diperhatikan, yaitu: kualitas dan kuantitas perilaku, disengaja, tidak ada rasa tanggung jawab, karakteristik pengamat, dan karakteristik sipelaku. Faktor penyebab berperilaku agresif pada anak disebabkan terhambatanya perkembangan emosi, sosial, dan biologis. Perilaku agresif bukan suatu kondisi melainkan suatu “penyakit”, maka sangat memungkinkan untuk di “sembuhkan”, diatasi. Dalam upaya membantu mengatasi perilaku tersebut, ada beberapa metoda dan teknik yang dapat dilakukan oleh guru atau orang tua, yaitu: Pemahaman dan penerimaan terhadap pribadi anak, menciptakan PAKEM, mengembangkan katarsis, menghapuskan pemberian imbalan, strategi memperagakan, menciptakan lingkungan nonagresif, mengembangkan sikap empati, dan memberikan hukuman.
Kata kunci: Penanganan, agresif, penyebab.

PENDAHULUAN


Rasanya tidak ada seorangpun anak adam di muka bumi ini yang tidak pernah berperilaku agresif, seperti memukul, menendang, merusak benda dan barang di sekitarnya, tetapi belum tentu dapat dikatagorikan anak agresif, apabila tidak memenuhi kriteria tertentu. Perilaku agresif merupakan bentuk perilaku yang bersifat anti-sosial, bertentangan dengan norma-norma sosial dan norma hukum yang berlaku di lingkungannya, perilaku yang tidak dikehendaki oleh orang lain baik individu maupun masyarakat secara luas. Perilaku tersebut sangat merugikan perkembangan dirinya maupun keamanan dan kenyamanan orang lain.
Penyebab perilaku agresif sangat kompleks, tidak tunggal, tetapi secara garis besar dapat dikelompokkan menjadi dua penyebab, yaitu internal dan eksternal. Kedua faktor tersebut menyebabkan terhambatnya perkembangan aspek emosi atau dan sosial yang bersangkutan. Terhambatnya perkembangan emosi dan perilaku sosial di antaranya diwujudkan dalam bentuk perilaku agresif.
Perilaku agresif dilakukan anak/remaja, baik di rumah, sekolah, bahkan di lingkungan masyarakat luas. Perilaku agresif pada batas-batas yang wajar pada anak/remaja masih dapat ditolerir atau diabaikan, namun apabila sudah menjurus dapat merugikan dirinya dan orang lain, maka perlu ditangani secara sunguh-sungguh, karena dapat berakibat lebih patal.
Dampak perilaku agresif tidak hanya mempengaruhi fungsi anak dalam perkembangan emosi dan perilaku, tetapi hal tersebut juga mempengaruhi prestasi akademis, interaksi sosial mereka dengan teman sebaya dan guru. Kaufmann (1985), menjelaskan hasil risetnya, bahwa anak yang agresif umumnya memiliki prestasi akademik yang rendah untuk usia mereka, mayoritas anak agresif memiliki kesulitan akademis. Memiliki kekurangan dalam keterampilan sosial yang mempengaruhi kemampuan untuk kerjasama dengan guru, fungsi di dalam kelas, dan bergaul dengan siswa lain.
Pada tulisan singkat ini, penulis mengajak pada para pembaca, khususnya bapak/ibu guru atau calon guru untuk memahami konsep perilaku agresif dan cara mengatasinya. Karena di sekolah atau keluarga tidak sedikit anak atau remaja yang berperilaku agresif yang dapat merugikan baik terhadap dirinya maupun lingkungannya.


PEMBAHASAN


Perilaku Agresif
Apakah agresif itu identik dengan kekerasan? Banyak orang yang mengartikan bahwa agresif dan kekerasan sama. Memang benar ada kesamaan diantara keduanya, yaitu bersifat komfrontatif, tetapi berbeda dalam bentuk dan motivasinya. Breakwell (1998), menjelaskan agresi secara tipikal didefinisikan setiap bentuk pilaku untuk menyakiti atau merugikan seseorang yang bertentangan dengan kemauan orang itu. Agresif melibatkan setiap bentuk penyiksaan, termasuk penyiksaan psikologis atau emosional. Misalnya mempermalukan, menakut-nakuti atau mengancam. Sedangkan kekerasan didefinisikan sebagai tindakan di mana ada usaha sengaja untuk mencederai secara fisik, terbatas pada penyiksaan secara fisik, dan apabila tidak disengaja tidak dikatagorikan kekerasan.
Selanjutnya secara gamblang para ahli psikologi, seperti Sigmund Freud (Shaffer, 1994) menjelaskan, agresif merupakan suatu perilaku naluriah atau instingtif, sebagai thanatos (naluri kematian), yaitu merupakan faktor yang bertanggungjawab terbentuknya energi yang agresif di dalam kehidupan manusia. Ia memiliki pandangan tentang agresif sebagai suatu sikap bermusuhan, suatu energi agresif yang akan membangun dan bersikap kritis serta dapat berkembang menjadi suatu perilaku yang kejam, bersifat merusak.
Ahli Ethologist Konrad Lorenz (Shaffer, 1994), menguraikan agresif sebagai suatu naluri perkelahian yang dicetuskan oleh isyarat tertentu di dalam lingkungan. Meski ada perbedaan pandangan yang penting antara psychoanalytic dan ethological tentang agresi, keduanya menganggap perilaku agresif sebagai sikap tidak suka bersosialisasi (anti-sosial) yang diakibatkan oleh satu kecenderungan bawaan bertindak untuk melakukan kekerasan.
Sedangkan pada umumnya ahli teori belajar sikap menolak pandangan yang menjelasan naluri yang bersifat merusak dan berbuat sesuatu dengan menggunakan kekerasan, pandangan mereka berpikir bahwa agresi manusia dan perilaku tidak suka bersosialisasi (anti-sosial) sebagai suatu kategori tertentu dari perilaku. Seperti pandangan Bandura (Shaffer, 1994) dan para ahli teori lainnya meyakinkan bahwa agresi sebenarnya hanya merupakan suatu anggapan sosial tentang berbagai tingkah laku, tidak terlepas dari pemahaman dalam mengartikan suatu bentuk perilaku yang dilakukan kepada kita. Kiranya, penafsiran kita tentang sikap tidak agresif atau agresif bergantung pada pribadi, dan situasi sosial, seperti kepercayaan kita sendiri tentang agresi itu sendiri, konteks di mana tanggapan itu terjadi, intensitas tanggapan, identitas dan reaksi orang terlibat terbatas.
Applefield (Shaffer, 1994), mendefi¬nisikan agresif sebagai tindakan yang disengaja yang mengakibatkan atau mempunyai kemungkinan mengakibatkan penderitaan fisik atau psikis pada orang lain atau kerusakan barang dan benda. Selanjutnya Bandura, menjelaskan lebih lanjut bahwa agresi adalah perilaku yang berakibat pada penderitaan orang lain dan kerusakan barang atau benda. Penderitaan tersebut dapat bersifat psikis maupun fisik.
Dari pendapat para ahli tersebut dapat disimpulkan bahwa perilaku agresif adalah tindakan yang dilakukan secara sengaja yang mengakibat penderitaan fisik atau psikis pada orang lain atau kerusakan barang dan benda.
Untuk lebih jelasnya, apakah perilaku anak itu dapat dikatagorikan agresif atau tidak, Bandura (Kim Fong Poon-McBrayer and Ming-gon John Lian, 2002) mengemukakan kriteria-kriteria yang perlu menjadi pertimbangan dalam menentukan agresif-tidaknya suatu perilaku anak, yaitu:
a. Kualitas perilaku agresif, derajat atau ukuran, tingkatan perilaku agresif terhadap korban baik berupa serangan fisik atau psikis, membuat malu, merusak barang orang lain.
b. Intensitas perilaku, sering-tidaknya melakukan tindakan-tindakan yang merugikan atau membahayakan korban.
c. Ada kesengajaan, dalam melakukan tindakan agresif, ada niat yang tersurat, sengaja melakukan perilaku agresif. Karakteristik pengamat, yaitu orang yang memperhatikan perilaku agresif yang dilakukan oleh seseorang. Hal ini akan beragam karena akan ditentukan oleh jenis kelamin, kondisi sosial-ekonomi, etnis, pengalaman perilaku agresif dsb.
d. Pelaku menghindar ketika orang lain menderita sebagai akibat perbuatan¬nya, tidak ada prasaan bersalah atau berdosa.
e. Karakteristik sipelaku itu sendiri, misalnya faktor usia, jenis kelamin, pengalaman dalam berperilaku agresif, dsb.
Singkatnya, seorang anak dikatago¬rikan agresif atau tidak akan ditentukan oleh sipengamat itu sendiri yang cenderung subyektif, bobot dan kualitas perilaku agresif, kuantitas atau frekuensi perilaku agresif, ada kesengajaan (niat) untuk memenuhi kebutuhan, harus terlihat ada rasa tanggung jawab (menghindar) apabila diminta pertanggung jawaban, dan karakteristik sipelaku itu sendiri seperti faktor usia dan jenis kelamin.
1. Faktor Penyebab
Setiap perilaku baik itu bersifat agresif maupun non-agresif pasti ada faktor pendorong atau penyebabnya. Penyebab tersebut bersifat kompleks, tidak tunggal, melainkan kumulatif dari berbagai faktor. Seperti diuangkapkan Sigmun Freud (Davin R. Shaffer,1994) mempercayai bahwa kita semua lahir ke dunia disertai dengan naluri kematian (thanatos). Dimana di dalamnya termasuk segala perilaku kekerasan dan pengrusakan. Menurut pandangannya energi tersebut diperoleh dari makanan secara terus menerus dan berubah menjadi energi yang agresif dan sikap agresif ini yang harus dikeluarkan teratur pada jangka waktu tertentu untuk mencegah sikap mereka meningkat pada tingkatan yang berbahaya. Satu hal yang menarik Freud adalahbahwa dengan bersikap agresi dimana adakalanya berasal di dalam batin, menghasilkan beberapa bentuk dari diri penghukuman diri sendiri, perusakan, atau bahkan bunuh diri.
Teori naluri yang kedua tentang agresi berasal dari Ethologist Konrad Lorenz (Shaffer,1994 ) yang membantah bahwa manusia dan binatang mempunyai naluri dasar berkelahi (agresif) yang digunakan untuk melawan terhadap sesamanya. Lorenz berpandangan juga bahwa agresi sebagai suatu sistim hidrolik dimana dapat menghasilkan energi sendiri. Tetapi ia percaya bahwa tindakan agresif secara berkelanjutan akan berkembang sampai pada pelepasan stimulus yang sesuai. Semua jenis naluri termasuk agresi, mempunyai dasar tujuan: untuk memastikan dapat bertahan hidup secara perseorangan dan atau kelompok.
Menurut Bandura (Shaffer,1994) teori pembelajaran sosial berasumsi bahwa agresi sebagai suatu jenis yang spesifik dari tingkah laku sosial yang diperoleh dari pengalaman apa yang dilihat, didengar langsung (merupakan hasil belajar). Agresi digambarkan sebagai setiap perilaku diarahkan terhadap tindakan untuk melukai/ merusak/ merugikan orang lain.
Kauffman (1985) memaparkan penyebab perilaku agresif dari berbagai sudut pandang teori secara holistik, yaitu faktor bilogis, psikodinamika, frustrasi-agresif, dan teori belajar sosial.
a. Teori Biologis diasumsikan bahwa perilaku agresif merupakan perilaku instink, respon kelainan hormon dan susunan kimiawi dalam tubuh, akibat getaran-getaran elektrik yang terjadi pada susunan syaraf pusat. Faktor biologis bukan satu-satunya yang mempengaruhi perilaku agresif.
b. Teori Psikodinamika, agresif merupakan dorongan negatif dari agresi (id), karena lemahnya fungsi kesadaran individu yaitu ego dan superego. Teori frustrasi-Agresif, menjelaskan bahwa frustrasi selalu mengakibatkan perilaku agresif, dan perilaku agresif selalu bersumber dari kondisi frustrasi.
c. Teori Belajar Sosial, bahwa perilaku agresif bersumber dari hasil belajar atau hasil peniruan (imitasi) dan hasil penguatan.
Dari berbagai pandangan tersebut, bahwa penyebab seorang anak berperilaku agresif disebabkan oleh karena hasil imitasi dan penguatan dari lingkungan, ada kelainan hormon dan kelainan susunan kimiawi dalam tubuh, lemahnya ego dan superego dalam mengendalikan id, dan karena frustrasi yangtak terpecahkan sehingga mengalami gangguan emosi.
2. Mengendalikan Perilaku Agresif pada Anak
Perilaku agresif pada anak dapat diatasi, dikurangi bahkan untuk dihilangkan. Untuk membantu mereka agar terlepas dari perilaku agresif diperlukan teknik dan pendekatan yang komprehensif dan koordinatif. Adapun yang dapat kita lakukan, baik di sekolah maupun di rumah, di antaranya melalui berbagai metoda dan teknik sebagai berikut:
Memahami dan menerima pribadi anak
Pemahaman terhadap anak merupa¬kan hal mutlak, terlebih pemahaman terhadap anak agresif yang memerlukan bantuan. Setelah dipahami pribadi anak, kita berupaya untuk menerima apa adanya dan sebagaimana mestinya. Pemahaman dan penerimaan akan menumbuhkan sikap simpati dan mungkin empati pada kita/guru. Simpati dan empati akan menubuhkan kepercayaan, hal ini merupakan modal untuk mengarahkan perilaku-perilaku anak ke arah nonagresif.
Ciptakan PAKEM.
PAKEM (pembelajaran aktif, kreatif, efektif dan menyenangkan), akan tercipta apabila program pembelajaran yang pleksibel, disesuaikan dengan kemampuan setiap anak, pengelolaan kelas yang memberikan rasa aman, kenyamanan dan menyenangkan. Dengan terciptanya PAKEM akan mengurangi kondisi-kondisi yang mendorong kegagalan sebagai benih frustrasi. Dengan terhidar dari sifat frustrasi berarti mengurangi perilaku agresif.
Melakukan catharsis
Melakukan catharsis yaitu menyalurkan perilaku agresif ke aktivitas yang positif dan terhormat, seperti anak yang suka menendang atau memukul teman-teman, merusak benda atau barang di sekitarnya, kita arahkan dan kembangkan motivasi untuk kegiatan bermain drama, sepak bola, bola volly, main hokey dsb. Anak yang suka memaki-maki, marah yang tidak terkendali, menghina, mencemooh orang lain, kita arahkan ke aktivitas yang positif, seperti membaca puisi, bermain peran atau drama, bernyanyi, berceritera dsb. Dengan kegiatan tersebut anak akan merasa puas dan energi agresif akan tersalurkan, terbebas dari membahayakan dirinya maupun orang lain, diterima oleh masyarakat dan mungkin menjadi kebanggaan bagi dirinya. Menurut Freud, energi agresif dapat dikeluarkan dan diterima pada kehidupan sosial seperti melalui pekerjaan atau permainan yang bertenaga, lebih sedikit aktivitas yang tidak diinginkan seperti menghina orang lain, perkelahian, atau pengrusakan.
a. Menghapuskan pemberian imbalan.
Menghapuskan pemberian imbalan atau istilah lain penguatan negatif, yaitu menghilangkan rangsangan yang tidak menyenangkan (hukuman) setelah ditampilkan perilaku yang diharapkan akan memperkuat munculnya frekuensi perilaku yang diharapkan tersebut. Penghilangan yaitu menahan ganjaran yang diharapkan seperti yang diberikan sebelumnya akan menurunkan frekuensi munculnya perilaku yang semula mendapat penguatan. Penundaan berarti meniadakan ganjaran karena belum ditampilkan perilaku tertentu yang diharapkan, maka akan menurunkan frekuensi munculnya perilaku yang tidak diinginkan.
b. Strategi memperagakan/pelatihan
Upaya yang dilakukan melalui peraga¬an atau penampilan dalam pemecahan suatu masalah yang tidak menggunakan perilaku agrasif. Tanggapan yang tidak cocok/bertentangan dengan agresi boleh juga ditanamkan dengan memperagakan atau strategi pelatihan. Ketika anak melihat suatu contoh dan memilih solusi yang tidak agresif terhadap suatu konflik atau dengan tegas dilatih dalam pemakaian metoda-metoda yang tidak agresif tentang pemecahan masalah, mereka menjadi lebih mungkin untuk menetapkan solusi yang serupa kepada permasalahan mereka sendiri. Pelatihan metoda yang efektif dalam mengatasi konflik secara berkesinambungan merupakan hal yang utama dan bermanfaat bagi anak yang agresif.
Menciptakan lingkungan nonagresif
Jika kita bermaksud untuk mengurangi timbulnya perilaku agresif pada anak, maka kita harus membebaskan lingkungan sekitar dari perilaku-perilaku agresif, menghilangkan rangsangan-rangsangan yang dapat menumbuhkan perilaku agresif. Misalnya dengan menghilangkan tontonan, bacaan, yang memperlihatkan kekerasan, keberutalan, kesadisan dsb, terutama film-film adegan-adengan yang ada pada TV, komik, dan bacaan lainnya.
Mengembangkan sikap empati
Anak-anak prasekolah dan individu sangat agresif lain bisa tidak berempati dengan korban-korban mereka. Mereka mungkin tidak merasa menderita walaupun merugikan orang lain (berperilaku agresif). Kita dapat membantu mengembangkan sikap empati mereka melalui contoh kegiatan, seperti: a) menunjukan konsekuensi-konsekuensi yang berbahaya dari tindakan-tindakan anak yang agresif, b) menempatkan anak di tempat kejadian korban dan membayangkan bagaimana rasanya menjadi korban.
Hukuman
Apabila pendekatan-pendekatan di atas tidak efektif, maka dapat dilakukan dengan memberi hukuman yang bersifat mendidik dan manusiawi. Adapun pedoman yang harus dijadikan acuan apabila memberi hukuman yaitu:
a) Gunakan hukuman hanya setelah metode koreksi positif telah gagal dan ketika membiarkan perilaku tersebut berlanjut akan menyebabkan konsekuensi-konsekuensi negatif yang lebih serius daripada tingkat hukuman yang dilakukan.
b) Hukuman harus digunakan hanya oleh orang-orang yang memiliki kedekatan dan penuh kasih sayang terhadap anak ketika tingkah lakunya dapat diterima dan yang menawarkan banyak dukungan positif untuk perilaku non-agresif.
c) Menghukum seperti apa adanya, tanpa kejengkelan, ancaman, atau melanggar moral.
d) Hukuman harus bersifat adil, konsisten dan segera.
e) Hukuman harus intens secara akal dan proporsional.
f) Bila memungkinkan, hukuman harus melibatkan biaya respons (kehilangan hak-hak istimewa atau hadiah atau menarik diri dari perhatian) daripada perlakuan permusuhan.
g) Bila memungkinkan, hukumannya harus terkait langsung dengan perilaku agresif, memungkinkan anak untuk membuat restitusi, dan/atau mempraktekkan perilaku alternatif yang lebih adaptif.
h) Jangan langsung memberikan penguatan positif segera setelah hukuman, anak mungkin belajar berperilaku agresif kemudian menanggung hukuman untuk mendapatkan dukungan.
i) Menghentikan hukuman jika tidak segera efektif.


KESIMPULAN


Perilaku agresif merupakan salah satu bentuk perilaku anak yang mengalami hambatan emosi dan sosial. Perilaku agresif berbeda dengan perilaku kekerasan. Perilaku agresif bertentangan dengan norma-norma hukum yang berlaku dan harapan masyarakat sehingga dikatagorikan perilaku anti-sosial.
Dampak perilaku agresif sangat merugikan anak itu sendiri maupun lingkungan, sehingga perlu dibantu untuk mengatasinya. Upaya tersebut dapat dilakukan secara koordinatif antara orang tua dan guru di sekolah.
Untuk menetapkan apakah anak dikatagorikan berperilaku agresif atau tidak, kita dapat melihat dan mengacu pada kriteria: bobot dan kualitas dari perilaku agresif, kuantitas atau frekuensi perilaku agresif, ada-tidaknya kesengajaan dari subyek, adanya penghindaran atau tidak ada rasa tanggung jawab, penilaian dari pengamat yang cenderung subyektif (relatif), dan karakteristik pelaku itu sendiri, seperti faktor usia dan jenis kelamin.
Penyebab seorang anak berperilaku agresif bersifat kompleks, di antaranya perwujudan dari: hasil imitasi dan penguatan dari lingkungan, ada kelainan hormon dan kelainan susunan kimiawi dalam tubuh, lemahnya ego dan superego dalam mengendalikan id, dan frustrasi yang tidak terpecahkan sehingga mengalami gangguan emosi.
Upaya membantu mengatasi perilaku agresif pada anak dapat digunakan berbagai teknik atau cara, seperti: Pemahaman dan penerimaan terhadap pribadi anak, menciptakan PAKEM, mengembangkan katarsis, menghapuskan pemberian imbalan, strategi memperagakan/pelatihan, menciptakan lingkungan nonagresif, mengembangkan sikap empati, dan penghukuman. Teknik penghukuman sebaiknya dihindarkan, namun apabila terpaksa, hendaknya bersifat mendidik dan manusiawi, disadari, tidak emosional, dan penuh rasa tanggung jawab.

PENTINGNYA KEHAMILAN



Empat kondisi penting saat kehamilan yang mempengaruhi perkembangan individual selanjutnya, yang mana peranan masing-masing kondisi akan menjelaskan mengapa saat hamil merupakan periode yang paling penting dalam rentang kehidupan.
1. Sifat Bawaan
Peristiwa penting pertama pada saat kehamilan menentukan sifat bawaan individu yang baru diciptakan. Penentuan sifat bawaan mempengaruhi perkembangan selanjutnya dalam dua hal : a) faktor keturunan membatasi sejauh mana indivdu dapat berkembang. b) sifat bawaan sepenuhnya merupakan masalah kebetulan.
2. Jenis Kelamin
Jenis kelamin (sex) bergantung pada jenis spermatozoon yang menyatu dengan ovum. Dua jenis spermatozoa matang diproduksi dalam jumlah yang sama yaitu 22 pasang kromosom ditambah satu kromosom X dan 22 pasang kromosom ditambah satu kromosom Y, sedangan ovum yang matang hanya mengandung kromosom X. Kromosom X dan Y merupakan kromosom penentu jenis kelamin, yang mana apabila ovum dibuahi oleh spermatozoon pembawa kromosom Y maka akan terjadi anak laki-laki sebaliknya bila dibuahi oleh spermatozoon pembawa kromosom X maka akan terjadi anak perempuan.



3. Jumla Anak
Apabila ovum yang matang dibuahi oleh satu spermatozoon hasilnya adalah satu anak, tetapi apabila terjadi telur yang dibuahi (zygote) membelah menjadi dua bagian atau lebih yang terpisah selama tahap-tahap permulaan pembelahan sel maka akan menghasilkan kembar identik (uniovular). Sedangkan apabila dua ovum atau lebih dibebaskan sekaligus dan dibuahi oleh spermatozoa yang berlainan maka akan menghasilkan kembar nonidentik (biovular atau fraternal).
Efek lahir kembar terhadap perkembangan.
Þ
Kelahiran kembar mempengaruhi pola perkembangan tidak hanya karena terdapat perbedaan-perbedaan dalam faktor keturunan tetapi juga lingkungan baik sebelum maupun sesudah kelahiran pada kelahiran tunggal. Sehingga akibatnya adalah terdapat perbedaan pola perkembangan, pola perilaku dan kepribadian.
Efek jangka panjang dari kekembaran.
Þ
Pada umumnya bayi kembar yang pertama kali lahir terus menjadi lebih besar, lebih cerdas dan penyesuaian dirinya lebih baik selama masa kanak-kanak. Saling ketergantungan atau “hubungan kekembaran” sangat sering terjadi di antara anak-anak kembar yang muda.
4. Posisi Urutan Anak
Forer menjelaskan pengaruh posisi urutan terhadap individu adalah “kedudukan Anda dalam keluarga sangat mempengaruhi bagaimana Anda menghadapi masyarakat dan dunia….Sebagian besar perkembagan anak bergantung pada interaksi dengan saudara-saudaranya….”
Pengaruh jangka panjang dari posisi urutan anak.
Þ
Beberapa penelitian terhadap anak-anak yang labih besar, remaja dan orang dewasa dari berbagai posisi urutan menunjukan betapa posisi urutan dapat menjadi faktor yang kuat dalam menentukan jenis penyesuaian pribadi dan penyesuaian sosial yang harus dilakukan individu sepanjang rentang kehidupannya.

PENDIDIKAN IDEAL UNTUK ANAK USIA SD



Ada beberapa karakteristik anak di usia Sekolah Dasar yang perlu diketahui para guru, agar lebih mengetahui keadaan peserta didik khususnya ditingkat Sekolah Dasar(SD). Seorang guru harus dapat menerapkan metode pengajaran yang sesuai dengan keadaan siswanya, maka sangat penting bagi seorang pendidik mengetahui karakteristik siswanya. Selain karakteristik yang perlu diperhatikan juga adalah kebutuhan peserta didik. Pemahaman terhadap karakteristik peserta didik dan tugas-tugas perkembangan anak SD dapat dijadikan titik awal untuk menentukan tujuan dan untuk menentukan waktu yang tepat dalam memberikan pendidikan sesuai dengan kebutuhan perkembangan anak itu sendiri.
Secara ideal, dalam rangka pencapaian perkembangan diri siswa, sekolah dan guru seharusnya dapat menyediakan dan memenuhi berbagai kebutuhan siswanya dalam rangka pencapaian perkembangan diri siswa. Seperti Pemenuhan Kebutuhan Fisiologis, Pemenuhan Kebutuhan Rasa Aman, Pemenuhan Kebutuhan Kasih Sayang atau Penerimaan, Pemenuhan Kebutuhan Harga Diri , Pemenuhan Kebutuhan Akatualisasi/ekspresi Diri.
Di samping memperhatikan karakteristik anak, implikasi pendidikan dapat juga bertolak dari kebutuhan peserta didik. Pemaknaan kebutuhan siswa SD dapat diidentifikasi dari tugas-tugas perkembangannya. Tugas-tugas perkembangan adalah tugas-tugas yang muncul pada saat atau suatu periode tertentu dari kehidupan individu, yang jika berhasil akan menimbulkan rasa bahagia dan membawa arah keberhasilan dalam melaksanakan tugas-tugas berikutnya, sementara kegagalan dalam melaksanakan tugas tersebut menimbulkan rasa tidak bahagia, ditolak oleh masyarakat dan kesulitan dalam menghadapi tugas-tugas berikutnya.

Pengertian Karasteristik siswa
Karakter menurut Purwadarminta adalah watak, tabiat atau sifat-sifat kejiwaan .Sedangkan menurut IR Pedjawijatna, karakter atau watak adalah seluruh aku yang ternyata dalam tindakannya (insani). Dengan beberapa pengertian tersebut dapat penulis katakan bahwa karakteristik siswa adalah merupakan semua watak yang nyata dan timbul dalam suatu tindakan siswa dalam kehidupannya setiap saat. Sehingga dengan demikian, karena watak dan perbuatan manusia yang tidak akan lepas dari kodrat, dan sifat  serta bentuknya yang berbeda-beda, maka tidak heran jika bentuk dan karakter siswa juga berbeda-beda. Adapun bentuk dan karakter siswa SD khususnya adalah dapat diuraikan sebagai berikut:

1.    Senang bermain.
Karakteristik ini menuntut guru SD untuk melaksanakan kegiatan pendidikan yang bermuatan permainan, lebih-lebih untuk kelas rendah. Guru SD seyogyanya merancang model pembelajaran yang memungkinkan adanya unsur permainan di dalamnya. Guru hendaknya mengembangkan model pengajaran yang serius tapi santai.
2.    Senang bergerak,
Orang dewasa dapat duduk berjam-jam,  sedangkan anak SD dapat duduk dengan tenang paling lama sekitar 30 menit. Oleh karena itu, guru hendaknya merancang model pembelajaran yang memungkinkan anak berpindah atau bergerak. Menyuruh anak untuk duduk rapi untuk jangka waktu yang lama, dirasakan anak sebagai siksaan.
3.    Anak senang bekerja dalam kelompok.
Dari pergaulanya dengan kelompok sebaya, anak belajar aspek-aspek yang penting dalam proses sosialisasi, seperti: belajar memenuhi aturan-aturan kelompok, belajar setia kawan, belajar tidak tergantung pada diterimanya dilingkungan, belajar menerimanya tanggung jawab, belajar bersaing dengan orang lain secara sehat (sportif). Karakteristik ini membawa implikasi bahwa guru harus merancang model pembelajaran yang memungkinkan anak untuk bekerja atau belajar dalam kelompok. Guru dapat meminta siswa untuk membentuk kelompok kecil dengan anggota 3-4 orang untuk mempelajari atau menyelesaikan suatu tugas secara kelompok.
4.    Senang merasakan atau melakukan/memperagakan sesuatu secara langsung.
Ditinjau dari teori perkembangan kognitif,  anak SD memasuki tahap konkret operasional. Dari apa yang dipelajari di sekolah, ia belajar menghubungkan konsep-konsep baru dengan konsep-konsep lama. Berdasarkan pengalaman ini, siswa membentuk konsep-konsep tentang angka,  ruang, waktu, fungsi-fungsi badan, jenis kelamin, moral, dan sebagainya. Bagi anak SD, penjelasan guru tentang materi pelajaran akan lebih dipahami jika anak melaksanakan sendiri, sama halnya dengan memberi contoh bagi orang dewasa. Dengan demikian guru hendaknya merancang model pembelajaran yang memungkinkan anak terlibat langsung dalam proses pembelajaran. Sebagai contoh anak akan lebih memahami tentang solat jika langsung dengan prakteknya.

Kebutuhan siswa
Pemaknaan kebutuhan siswa SD dapat diidentifikasi dari tugas-tugas perkembangannya. Tugas-tugas perkembangan yang bersumber dari kematangan fisik diantaranya adalah belajar berjalan, belajar melempar menangkap dan menendang bola, belajar menerima jenis kelamin yang berbeda dengan dirinya,.
Beberapa tugas pekembangan terutama bersumber dari kebudayaan seperti belajar membaca, menulis dan berhitung, belajar tanggung jawab sebagai warga negara. Sementara tugas-tugas perkembangan yang bersumber dari nilai-nilai kepribadian individu diantaranya memilih dan mempersiapkan untuk bekerja.
Anak usia SD ditandai oleh tiga dorongan ke luar yang besar yaitu:
1.      Kepercayaan anak untuk keluar rumah dan masuk dalam kelompok sebaya.
2.      Kepercayaan anak memasuki dunia permainan dan kegiatan yang memperlukan keterampilan fisik.
3.      Kepercayaan mental untuk memasuki dunia konsep, logika, dan simbolis serta komunikasi orang dewasa.
Dengan demikian pemahaman terhadap karakteristik peserta didik dan tugas-tugas perkembangan anak SD dapat dijadikan titik awal untuk menentukan tujuan pendidikan di SD, dan untuk menentukan waktu yang tepat dalam memberikan pendidikan sesuai dengan kebutuhan perkembangan anak itu sendiri.

Aplikasi Pemenuhan kebutuhan siswa disekolah
1.    Pemenuhan Kebutuhan Fisiologis
a.    Menyediakan program makan siang yang teratur.
b.    Menyediakan ruangan kelas dengan kapasitas yang memadai dan temperatur yang tepat,
c.    Menyediakan kamar mandi/toilet dalam jumlah yang seimbang.
d.   Menyediakan ruangan dan lahan untuk istirahat bagi siswa yang representatif.
2.    Pemenuhan Kebutuhan Rasa Aman
a.    Sikap guru menyenangkan, mampu menunjukkan penerimaan terhadap siswanya, dan tidak menunjukkan ancaman atau bersifat menghakimi.
b.    Adanya ekspektasi yang konsisten
c.    Mengendalikan perilaku siswa di kelas/sekolah dengan menerapkan sistem pendisiplinan siswa secara adil.
d.   Lebih banyak memberikan penguatan perilaku (reinforcement) melalui pujian/ ganjaran atas segala perilaku positif siswa dari pada pemberian hukuman atas perilaku negatif siswa.
3.    Pemenuhan Kebutuhan Kasih Sayang atau Penerimaan:
a.    Hubungan Guru dengan Siswa:
1)   Guru dapat menampilkan ciri-ciri kepribadian : empatik, peduli dan intereres terhadap siswa, sabar, adil, terbuka serta dapat menjadi pendengar yang baik.
2)   Guru dapat menerapkan pembelajaran individu dan dapat memahami siswanya (kebutuhan, potensi, minat, karakteristik kepribadian dan latar belakangnya).
3)   Guru lebih banyak memberikan komentar dan umpan balik yang positif dari pada yang negatif.
4)   Guru dapat menghargai dan menghormati setiap pemikiran, pendapat dan keputusan setiap siswanya.
5)   Guru dapat menjadi penolong yang bisa diandalkan dan memberikan kepercayaan terhadap siswanya.
b.    Hubungan Siswa dengan Siswa:
1)   Sekolah mengembangkan situasi yang memungkinkan terciptanya kerja sama mutualistik dan saling percaya di antara siswa.
2)   Sekolah dapat menyelenggarakan class meeting, melalui berbagai forum, seperti olah raga atau kesenian.
3)   Sekolah mengembangkan diskusi kelas yang tidak hanya untuk kepentingan pembelajaran.
4)   Sekolah mengembangkan bentuk-bentuk ekstra kurikuler yang beragam.
4.    Pemenuhan Kebutuhan Harga Diri
a.    Mengembangkan Harga Diri Siswa
1)   Mengembangkan pengetahuan baru berdasarkan latar pengetahuan yang dimiliki siswanya.
2)   Mengembangkan sistem pembelajaran yang sesuai dengan kebutuhan siswa.
3)   Memfokuskan pada kekuatan dan aset yang dimiliki setiap siswa.
4)   Mengembangkan strategi pembelajaran yang bervariasi.
5)   Selalu siap memberikan bantuan apabila para siswa mengalami kesulitan.
6)   Melibatkan seluruh siswa di kelas untuk berpartisipai dan bertanggung jawab.
7)   Ketika harus mendisiplinkan siswa, sedapat mungkin dilakukan secara pribadi, tidak di depan umum. 
b.    Penghargaan dari pihak lain
1)   Mengembangkan iklim kelas dan pembelajaran kooperatif dimana setiap siswa dapat saling menghormati dan mempercayai, tidak saling mencemoohkan.
2)   Mengembangkan program “star of the week” atau better than student.
3)   Mengembangkan program penghargaan atas pekerjaan, usaha dan prestasi yang diperoleh siswa.
4)   Mengembangkan kurikulum yang dapat mengantarkan setiap sisiwa untuk memiliki sikap empatik dan menjadi pendengar yang baik.
5)   Berusaha melibatkan para siswa dalam setiap pengambilan keputusan yang terkait dengan kepentingan para siswa itu sendiri.
c.    Pengetahuan dan Pemahaman
1)   Memberikan kesempatan kepada para siswa untuk mengeksplorasi bidang-bidang yang ingin diketahuinya.
2)   Menyediakan pembelajaran yang memberikan tantangan intelektual melalui pendekatan discovery-inquiry.
3)   Menyediakan topik-topik pembelajaran dengan sudut pandang yang beragam.
d.   Estetik
1)   Menata ruangan kelas secara rapi dan menarik
2)   Menempelkan hal-hal yang menarik dalam dinding ruangan, termasuk di dalamnya memampangkan karya-karya seni siswa yang dianggap menarik.
3)   Ruangan dicat dengan warna-warna yang menyenangkan
4)   Memelihara sarana dan pra sarana yang ada di sekeliling sekolah
5)   Ruangan yang bersih dan wangi
6)   Tersedia taman kelas dan sekolah yang tertata indah.
5.    Pemenuhan Kebutuhan Akatualisasi Diri
a.    Memberikan kesempatan kepada para siswa untuk melakukan hal yang terbaiknya.
b.    Memberikan kebebasan kepada siswa untuk menggali dan menjelajah kemampuan dan potensi yang dimilikinya.
c.    Menciptakan pembelajaran yang bermakna dikaitkan dengan kehidupan nyata.
d.   Perencanaan dan proses pembelajaran yang melibatkan aktivitas  kognitif siswa.
Seorang guru harus dapat menerapkan metode pengajaran yang sesuai dengan keadaan siswanya, maka sangat penting bagi seorang pendidik mengetahui karakteristik siswanya. Selain karakteristik yang perlu diperhatikan juga adalah kebutuhan peserta didik. Pemahaman terhadap karakteristik peserta didik dan tugas-tugas perkembangan anak SD dapat dijadikan titik awal untuk menentukan tujuan pendidikan di SD, dan untuk menentukan waktu yang tepat dalam memberikan pendidikan sesuai dengan kebutuhan perkembangan anak itu sendiri, sehingga pendidikan itu justru semakin memanusiakan manusia untuk menjadi manusia yang seutuhnya.