Selasa, 02 Desember 2014

cerpen horor// mati suri

Hai, namaku Ken. Aku duduk di kelas 7. Aku anak sebatang kara. Hujan atau panas pun aku selalu sendiri. Jarang ada yang menemaniku. Membutuhkanku hanya ada butuhnya saja. Ke kantin saja sendirian apalagi pulang sekolah
Saat di kelas aku duduk sendiri di kelas. Entah, mengapa perasaanku tidak enak begini.
Pak Hilmi bilang bahwa sekarang ada pembagian kelompok pelajaran Bahasa Sunda. Aku tidak tau kelompokku bersama siapa.
“Sa, aku boleh tidak sekelompok bersamamu?” Tanyaku
“Aku sudah cukup. Kelompok yang lain sepertinya juga sudah cukup.” Jawab Elisa
“Ya sudahlah aku sendiri saja.” Pintaku dengan nada yang malas
Saat mengerjakan tugas kelompok tiba-tiba ada seorang wanita berambut panjang memakai baju seragam sekolahanku. Dan ternyata… Itu Firda. Firda berkata dia ingin mengajakku untuk kerja kelompok bersamaku.
“Ken jangan mau kerja kelompok bersamanya. Kamu bakal dikacangin sama dia!”
“Siapa yang berkata seperti itu padaku? Sepertinya, tidak ada satu orang pun di sebelahku? Di sebelahku hanya tembok dan Firda. Hmm.. mungkin hanya perasaanku saja kali ya.” Tanyaku dalam hati
“Coba kamu tengok ke belakang…” Katanya sambil bersiul
Astaga!!! Wanita bermuka hancur yang penuh darah!! Ternyata dia yang dari tadi menghasut obrolanku dengan Firda! Siapa dia? Kenapa tiba-tiba dia Ada di sebelahku? Karena aku kaget, aku menendang kursi ke arah belakang.
“Dih, kenapa kamu Ken?” Tanya Arka kebingungan
“Aa…Ddd…aaa… Sssesesese…taa..nnn!!!” Jawabku sambil menjerit ketakutan
“Hah? setan? Hahaha yang namanya setan itu ada di malam hari. Bukan di Siang hari. Biasanya saja kamu tidak seperti itu.” Katanya sambil tertawa terbahak-bahak
Tiba-tiba Arka tertiban proyektor yang jatuh secara drastis. Lalu, aku bingung mengapa Arka ketiban proyektor secara tiba-tiba? Aneh sekali. Arka pun dibawa ke UKS. Lalu, aku bingung mengapa saat aku mengantar Arka ke UKS kakiku sangat berat untuk dilepaskan.
“Woy!!! Tungguin aku!” Teriaku karena aku ketakutan di kelas
Aku pun terkunci di dalam kelas.
“Hai Ken”
“HAAAA! Jangan ganggu aku aku tidak bermaksud mengganggumu maafkan aku!” pintaku sambil menjerit dan menutup mukaku sambil jongkok
“Aku tidak bermaksud menakutimu. Aku hanya ingin kamu menemaniku agar aku dan kamu tidak kesepian. Tadi, yang menjatuhkan proyektor ke badan Arka itu adalah aku.” Ucapnya dengan nada datar
“Na… na… namamu siapa?” Tanyaku sambil ketakutan
“Namaku Joya. Sebut saja Oya. Aku adalah anak dari pemilik Kuburan ini. Kini, kamu telah menjadi hantu. Bukan lagi manusia.” Katanya sambil memegang rambutnya yang sangat panjang
“Kuburan? Ini sekolah! Bukan kuburan! Aku ini sudah menjadi hantu? Ini dunia N-y-a-t-a!” Kataku sambil membentak
“Kamu tidak mempercayainya? Coba saja kamu mengambil pulpen. Setelah itu, bawa pulpen itu untukku.” Pintanya sambil menatapku dengan muka jutek
Aku hanya bisa terdiam.
Ternyata apa yang diomongkan Joya itu benar.
“Ini bukan lagi sekolah. Tetapi, kuburan. Kuburan keegoisan. Dimana manusia yang mengunjungi tempat ini lalu menyepelekannya/tidak percaya kalau disini ada hantu lalu, mereka akan kubunuh secara kejam! Karena teman-temanmu selama ini sebenarnya tidak ada.” Ucapnya dengan suara yang tegas
“Jadi, selama ini aku tidak sekolah? Alasanku tidak mempunyai teman, itu?” Tanyaku sambil kebingungan
“Pertanyaanmu benar semua. Apakah kamu ingin menjadi sahabatku? Ingat! Kamu ini hantu. Bukan lagi manusia!” Bentaknya
“Baiklah. Mengapa aku bukan lagi manusia?” Tanyaku dengan menjerit
“Karena, kamu tadi sudah menanggapi Arka dengan menjawab DISINI ADA SETAN!” Jawabnya dengan mata yang tajam
Tiba-tiba Oya itu menjelaskan semuanya padaku. Bahwa, dia anak pemilik sekolah ini yang telah meninggal karena bunuh diri. Bunuh diri karena dirinya selalu sendiri tak ada satu orang pun yang menemaninya. Sepertiku. Selain itu, dia juga sering dibully oleh teman-temannya yang tidak suka sama Oya.
“Wah, betapa malang hidupmu. Yang sabar ya Oya masih ada aku yang menjagamu. Hidupmu dan Hidupku sama.” Kataku sambil meneteskan air mata
“Iya terimakasih telah memberi motivasiku.” Ucapnya sambil tersenyum di depan hadapanku
“Iya sama-sama dengan senang hati.” Balasku dengan senyuman yang lebih lebar darinya
Hidupku hanya bersama Oya. Aku dan Oya bagaikan adik kakak. Kemana-mana selalu bersama. Menampangkan diri di depan manusia yang ke kuburan. Agar manusia itu tidak mengganggu penghuni Kuburan ini seperti Aku, Oya, Arka dan yang lainnya. Tetapi sayang, Arka beda dunia denganku. Waktu pun cepat berlalu. Sudah 3 hari aku bersama Oya.
Lalu, apa yang akan terjadi?
“Oya, apakah ini sudah 3 hari?” Tanyaku dengan peluh yang bercucuran
“Hmm.. iya ken. Aku ingin pergi ke sana dulu ya. Maafkan aku kalau aku sudah membentakmu dan mengambil rohmu hanya untuk menemaniku bermain. Kembalilah kepada Jasadmu. Selamat tinggal sahabat dunia lainku.” Kata Oya sambil berjalan menuju pintu yang besar entah dia kemana
Aku pun menangis lalu kembali ke jasadku. Aku pun membuka mataku ke dunia nyata.
“Arka? Kamu masih ada disini?” Tanyaku
“Memangnya kamu pikir aku dimana Kennn?” Tanyanya sambil menahan tertawa
“Bubububu…kannya kamu tertiban proyektor?” Tanyaku sambil grogi
“Hahaha dasar indigo. Aku ini di sebelahmu dari tadi. Tapi tadi aku hanya tertiban buku di atas proyektor.” Jawabnya sambil tertawa
“Tadi kamu terkunci disini dan tidur tetapi kamu sekarang sudah sadar.” Ucap Firda sambil mengerjakan Prnya
Apa yang aku alami tadi? Siapa wanita Oya yang cantik berambut panjang itu? Mengapa dia bilang aku ini sudah menjadi hantu? Mungkin itu hanya mimpi.
Astaga!!! Rupanya Sahabat hantuku.

CERPEN CINTA SEJATI//YOU'RE SKY I'M EARTH

Kau langit yang tak mungkin tersentuh oleh gapaian tanganku
Di sini, bumi, tempatku berpijak
Hanya berandai-andai setiap menatapmu
Kau yang jauh di sana
Akankah bisa bersatu?
Nya, lihatlah ke blkg…
Mendapati Short Message Service yang baru dibukanya, Anya membalikkan badannya, mencari sosok yang mengirimi pesan tersebut kepadanya. Sebuah blitz seketika menimpa wajahnya, silau. Terlihat senyum simpul yang mengembang dalam wajah di balik kamera digital yang baru saja membidik. Dasar Benny. Anya menimpalinya dengan senyuman manis.
“Ayo, bergayalah.” Benny Mengangkat kameranya siap memotret kembali.
Malu-malu, Anya dalam balutan seragam abu-abu putihnya mengangkat telunjuk dan jari tengahnya membentuk huruf V.
“Ben, aku juga mau donk.”
Seorang gadis lain datang langsung berpose di depan Benny, membelakangi bangku Anya.
“Tapi bukan di sini. Di luar, lebih bagus pencahayaannya.”
Benny mengangkat bahunya. “Baiklah. Fani”. Dia bangkit dari bangkunya menyusul Fani yang berjalan dahulu. Tangannya melambai saat melewati bangku Anya. Keduanya menghilang di balik pintu.
Terdengar suara pintu yang tergeser, diikuti derap langkah kaki-kaki memasuki toilet. Riuh suara gadis-gadis itu.
“Sudah kubilang kan, produk itu tidak cocok denganmu. Lihat, wajahmu sekarang.” Seru gadis dengan suara manja.
“Ah, mana kutahu. Tante Mega yang memberiku cuma-cuma, siapa yang tak mau. Lagian kau tahu sendiri kan bagaimana aku ingin terlihat putih dan bersih.” Timpal gadis lain bersuara cempreng.
“Lain kali, turuti ucapanku. Begitukan hasilnya?”
Sesaat sunyi senyap. Menyisakan suara gemericik air.
“Hmm… aku sangat iri dengannya.” Gadis cempreng itu berkata.
“Siapa?”
“Kau tahu sendiri, gadis tercantik di SMA ini, kalau bukan Fani.”
“Kau benar, ia betul-betul cewek idaman. Cantik, kaya, pintar, ketua pemandu sorak dan seorang model pula. Ahh, mengapa semua kesempurnaan Tuhan berikan kepadanya.”
“Tapi, Tuhan adil.” Kali, gadis lain nimbrung bicara. Suaranya tenang berbeda dengan kedua lainnya. “Soal cinta, ternyata Fani masih belum berhasil mendapatkan hati Benny.”
Seseorang menggerutu, suaranya cempreng.
“Bagaimana berhasil, jika gadis jelek itu selalu di samping Benny. Apa sih spesialnya dia? Sampai-sampai si tampan itu juga mendekatinya. Aku rela, dia bersanding dengan Fani. Tapi dengan Anya, aku sangat tidak terima.”
“Aku sendiri juga tidak mengerti. Apa sih yang dilihat darinya. Pendek, berkacamata, dan kucir kudanya yang selalu bikin aku tidak nyaman tiap melihatnya.” Ujar gadis centil.
Tiba-tiba bel berdering. Percakapan mereka terhenti. Pelajaran selanjutnya akan dimulai.
Pintu toilet kembali tergeser, gadis-gadis itu keluar dengan suara riuhnya kembali. Tertutup kembali. Sepi. Meninggalkan suara tetes air yang mengalir dari kran wastafel yang tidak sepenuhnya tertutup rapat. Dari ujung kamar toilet, terdengar suara air yang terbilas. Pintunya terbuka. Seorang gadis keluar. Kacamata yang selalu bertengger di atas hidungnya, dilepasnya. Matanya menatap bayangannya sendiri dalam cermin panjang yang mengisi sepanjang dinding.
“Kurasa benar” dia mendesah.
Tiba-tiba terdengar lagu Mata Aimashou- Seamo. Anya segera mengambil ponsel genggamnya, ada SMS masuk. Segera dibukanya.
Pastikan kau datang ya. Sebentar lagi akan datang kiriman. Ku harap kau memakainya nanti. Aku akan senang melihatmu di sana. Sampai ketemu. Let’s party.
Anya melepaskan tatapannya dari layar laptop di hadapannya. Matanya menerawang ke jendela. Korden putih yang menghiasi jendela itu bergerak-gerak terhembus angin, membuka cakrawala di luar. Langit terlihat cerah, biru menenangkan. Menyeduhkan mata yang memandang. Namun bagi Anya. langit siang itu mendung. Saat ini dunianya berkubang dalam kegalauan.
Apa yang harus kulakukan? Aku harus bagaimana, Ben? Kalau kau terus begini, kau membuatku tidak nyaman…
Seharian HP-nya sudah puluhan penuh SMS dan miss-called Benny. Menyerah akhirnya Anya memutuskan untuk datang. Kurasa semuanya akan baik-baik saja. Aku cuma cukup datang dan setelah itu pergi.
“Anya.” Suara itu memanggilnya.
Anya menoleh, melihat seseorang dalam balutan jas putih berjalan menerobos kerumunan ke arahnya. Kafe besar itu ramai, bukan karena para pengunjung yang ingin menikmati secangkir kopi atau steak daging domba, namun oleh para remaja yang mengobrol riuh dalam pesta ulang tahun. Suara musik mengalun dalam keindahan sang malam.
Anya menahan napasnya sejenak. Lalu perlahan-lahan ia mengembuskannya ketika Benny datang menghampiri.
“Aku tahu, kau pasti datang.” Senyum Benny lebar.
“Kau benar-benar cantik sekali malam ini, Anya.”
Tiba-tiba seseorang berseru memanggil Benny. Mereka menoleh. Di seberang ruangan, seseorang melambai. Benny membalas dengan lambaiannya tangannya pula. Lalu beralih menatap Anya.
“Kau tak apa, kutinggal sebentar.”
Anya menggangguk. “Baiklah.”
Setelah melihat sosok Benny menghilang di antara kerumunan orang-orang, Anya berjalan ke arah meja yang berisi banyak kudapan.
“Hei, Anya,” sapa Nita dengan suara cemprengnya saat Anya berdiri mengambil salah satu kue dengan pinggiran krim untuk dimakannya.
Anya menoleh. Geng tiga cewek yang menyebut diri mereka, wondergelis, muncul di hadapannya.
“Woo, lihat si bebek buruk rupa malam ini seperti angsa putih.”
Terdengar suara “wuuu” mengekor dari dua cewek lainnya. Ketiganya seakan senang. namun Anya tak menghiraukan. Ia memilih mengisi piringnya dengan kue-kue. Daripada menanggapi ocehannya, lebih baik mengisi perut yang kelaparan sedari sore.
“Namun sayangnya sang pangeran tidak tertarik padanya. Dia lebih memilih bicara dengan putri yang sejati.”
Kali ini, Anya menghiraukan. Mata Anya dilayangkan ke seberang ruangan. Nafasnya tercekat di tenggorokan. Sesak.
“Serasi sekali mereka. Si tampan Benny dan si cantik Fina” Sanjung Feli, dengan suara yang terkesan manjanya.
“Kau tahu, langit sangat jauh dengan bumi. Biarkan ia bersanding dekat dengan sang bintang yang berkilau. Itu akan terlihat sangat cantik. Jadi, kuharap menyingkirlah kau”.
Nita menyunggingkan senyum sini, “Sangat mudah seperti angin… fiuuuhhh.” Tangannya mengibas kasar mengarah ke piring Anya.
“Ups, aku tidak sengaja.” Nita mengalihkan pandangannya ke arah lain, seakan tak berdosa. Gaun Anya kini pun penuh noda krim.
“Itu memang pantas bagimu.” Sambung Nita.
Suara tawa ketiganya membahana.
“Kau sungguh memalukan, Nita.”
Benny berseru, dia berjalan cepat menghampiri mereka.
“Kukira ku sudah berubah, tapi tidak. Aku tahu kau yang menyebar gossip itu. Aku tak suka kau mengejek Anya.”
“Tapi, Ben. Aku tak suka dia selalu berada di sisimu.”
“Itu menurutmu, tapi aku mencintainya.”
Mata Nita terbelalak. Tak percaya. Feli dan Reta –cewek satunya-. Seluruh ruangan hening. Tak ada percakapan.
Benny langsung mengandeng Anya. Membawanya keluar dari pesta.
Di luar udara berhembus dingin. Tiada suara. Hening.
“Maafkan mereka.” Benny membuka mulutnya.
Anya menunduk. Kepalanya menggeleng.
“Mereka tak salah, aku yang salah memposisikan diri. Dari awal seharusnya aku tak di sini.”
Anya tak berani menatap Benny. “Maafkan aku,” Kakinya melangkah pergi.
Tiba-tiba tangan Benny memegang siku Anya, menahannya untuk tidak pergi. “Ini juga berat bagiku. Jangan pergi dariku. Tetaplah di sisiku.”
Kaki Anya tertahan. Napasnya tercekat kembali.
“Kau tak perlu sempurna. Adanya kau, sudah melengkapi hidupku. Apa yang kukatakan tadi di dalam, tulus. Maafkan aku yang selama ini tidak tegas dalam hubungan ini. Aku sungguh mencintaimu, Anya”.
Malam itu langit terlihat cerah disinari rembulan. Bersih tanpa bintang-bintang yang berkelip menghiasinya seperti malam-malam sebelumnya. Menjadi saksi akan dua insan remaja berpelukan, mengikat kasih. Tanpa perbedaan di antaranya.

cerpen penyesalan// SELAMAT JALAN NIA :(

“ih kenapa nia gak pernah mau balas surat aku?” tanyaku sambil kesal dalam hatiku. “dan kenapa mulai beberapa hari ini nia berubah?” tanyaku lagi dalam hatiku. Lalu aku menulis surat untuk nia
Dear nia
Kenapa kamu gak mau balas surat aku? Memangnya aku salah apa sama kamu? Apa jangan jangan kamu gak mau bersahabat denganku?
Best wishes: fatiyah
Lalu, aku lari dalam pelukan mamaku. “mama, fatiyah mau curhat sama mama boleh ngak ma?” tanyaku pada mama.
“emangnya fatiyah mau curhat sama mama?” tanya mama pada ku.
“iya fatiyah mau curhat sama mama. Kalau ngak sama mama mau sama siapa?” jelas ku sambil tanya sama mama.
“kan ada nia… Fatiyah” jelas mamaku.
“fatiyah kesel banget… Sama nia. Nia gak mau balas surat fatiyah apa mungkin nia ngak mau bersahabat sama fatiyah?” curhat ku sambil tanya pada mama.
“mama tau fatiyah sedih tapi kita tidak boleh nuduh sembarangan pada orang lain.” jelas mama padaku. “fatiyah janji kan ngak nuduh sembarangan sama mama?” tanya mama lagi.
“iya mama fatiyah janji” jawabku pada mama

“nia dulu kau setia padaku, berjanji padaku kau pasti setia. Setiap aku menulis surat untukmu kau balas. Nia dulu berbeda dengan sekarang.” kataku yang memendam rasa marah pada nia.
“assalammualaikum fatiyah ada paket” teriak pak pos tiba-tiba. Dengan cepat aku berlari untuk mendapatkan yang aku tunggu selama hari ini. “ini paketnya fatiyah” kata pak pos sambil menyerahkan paket padaku.
“makasih pak…” kataku lagi. Tapi perasaanku mulai berubah yang tadinya bahagia sekarang sedih. “ada apa ya dengan nia?” tanyaku dalam hati. Kubuka paketnya yang berisi sebuah kalung dan secarik kertas. Lalu ku baca surat itu yang berisi…
Buat fatiyah
Maafkan nia ya tak membalas surat kamu. Nia sekarang telah tiada karena sakit jantung. Ini kalung buat kamu dari nia, kata nia kamu harus memakai kalung ini dan ceria walaupun nia telah tiada.
Dari: mama nia
“innalilahiwalilahirojiun, apa? Nia udah pergi meninggalkan dunia ini? Mama nia meninggal dunia.” tanyaku sambil berteriak histeris pada mama.
“innalilahiwalilahirojiun.” kata mamaku. Pandangan ku mulai kabur tak jelas. “maafkan fatiyah ya nia, fatiyah nuduh nia yang enggak enggak. Walaupun nia telah tiada kita berdua tetap bersahabat sejati.” kataku sambil menagis penyesalan
Selamat jalan nia…
Catatan: kita tak boleh nuduh orang sembarangan kalau belum ada buktinya

cerpen sastra (wanita mentari)

Rona warna gelap
Muncul di balik utara
Menerawamg seberapa digit dalam kegelisahan…
Aku terpenjara dalam kekuasaan waktu
Mengapa begini?
Terperangkap dalam mendung
Terbang dalam pelangi
Meniti cinta abadi,
Wanita mendung itu menerawang di balik jendela rapuh, kini ia dalam jeratan kesedihan yang mendalam. Ia menyapa pagi dengan kelam, menanti malam yang cepat datang. Penuh harap kasih.
Adler, itulah sapaannya sejak memasuki dunia nyata dulu, beberapa kala itu. Adler menjalani dengan indah, tak ada yang mengalahkan dunianya.
Perjalanan yang tidak ada batas jejaknya, tak ada pemberhentian, tak ada kata lelah. Sungguh sangat indah menikmati sisi dunia yang satu ke sisi dunia yang lain, dari barat hingga timur, bahkan dari utara ke selatan. Menanti hidup yang tanpa ujung.
Simfoni kisah dahulu kini hanya serpihan dari keelokan hidup. Ia kini hanya wanita sebatang kara yang duduk di balik jendela menanti keajaiban datang tak terduga. Menanti..
Ia terpuruk sejak kisah baru yang sangat melekat tak terlepas dari jaln kehidupannya. Suatu kisah yang tak ada tandingannya. Tertinggal oleh zaman yang hanya titik duri yang menghentikan semuanya. Pupus
Namun, kini kisah itu menjadi sebuah mimpi buruk yang benar-benar terjadi di kenyataan hidup. Saat terngiang “Adler, ingatlah nanda aku dan ayahmu harus menjejaki dunia di sisi lain, aku harus ke sisi kanan dunia ini. Kan kutunggu dirimu nanda, selamat tinggal”. Inilah sepenggal kata yang menyayat hati, bahkan menjadi kisah awal Adler menjadi WANITA MENDUNG.
“WANITA PELANGI”. Dengan senyuman, kicauan suara nan indah, mentari pagi, bersama menyambut kisah. Menerawang dengan indah dengan bola mata birunya yang tak tertandingi. Dulu.
Wanita mendung. Ini masa ku, hanya sebuah kata yang tersirat maknanya dan lagi-lagi menambah sendu di dada. Bahkan deretan huruf itu menjadi awal kisah perjalanan Adler selanjutnya.
Rangkaian kisah-kasih yang terkristal itu. Hanya akan jadi rona gelap baginya, namun mengapa begini?. rona gelap itu menghadirkan bola mentari yang rasakan jauh dalam rotasi kehidupan.
Kini wanita mendung terurai oleh bola mentari dan menjadikan Adler wanita mentari yang menghias pagi sang alam semesta.

cerpen inspiratif , (dermawan itu untuk siapa saja?)

Lagi-lagi pengamen itu menyanyikan lagu yang bercerita tentang pentingnya berbagi. Hari ini juga Mira seperti biasanya memberi uang receh kepada pengamen itu. Selesai bernyanyi pengamen itu lama sekali duduk di depan warung Mira untuk menghitung uangnya. Setelah lama memperhatikannya di belakang etalase ternyata Mira menyadari bahwa pengamen ini cukup berbeda dengan pengamen lainnya yang terlihat kumal, dekil dan menyeramkan. Pengamen ini cukup rapih dan bersih lagipula suaranya cukup bagus tidak seperti pengamen biasanya.
Pengamen itu bangun dari duduknya, buru-buru Mira langsung pura-pura membaca buku komik yang dipegangnya. Pengamen itu masuk ke warung lalu mengambil sebotol minuman dari dalam showcase sambil menyodorkan uang 5 ribu. Mira mengambil uang itu dan memasukkannya ke dalam tempat uang. “kenapa ngeliatin gua terus tadi?” tanya pengamen itu. Mendengar itu Mira cukup kaget tapi Mira berhasil berpura-pura tidak kaget “Gak apa-apa kok.” Jawab Mira. “Jijik ya ngeliat pengamen kaya gua? Gua janji kok besok gua gak akan ngitung duit lagi disitu” ujar pengamen itu dengan nada yang sangat halus. “Eh, boleh kok. Bukannya jijik cuman aku.. eh gua tuh pengen liatin lu aja.” Jawabku dengan sangat malu.
Pengamen itu sontak langsung bengong melihat Mira berbicara seperti itu. Tapi pengamen itu melanjutkan meminum minuman yang dipegangnya tanpa menghiraukan Mira. “Tapi kok elu beda ya sama pengamen lain yang hehe maaf ya, kumel dekil trus urakan?” tanya Mira karena penasaran. “Gua mah ngamen bukan buat gua. Tapi buat anak-anak yang luar biasa” jawab pengamen itu sambil mengembangkan senyumnya.
“Maksudnya anak-anak luar biasa?” tanya Mira makin penasaran. “Anak-anak panti asuhan yang cacat. Panti mereka kehabisan uang buat ngebiayain anak-anak itu. Makanya gua sama temen-temen berusaha ngumpulin uang sendiri buat anak-anak itu.” Jawab pengamen itu. “Emang biasanya lu dapet duit darimana?” tanya Mira lagi. “Dari ortu gua lah. Gua masih sekolah ko nih KTP (Kartu Tanda Pelajar) gua (sambil menyodorkan KTPnya itu), gua sekarang emang baru bisa nyari duit lewat ngamen kaya gini tapi kalo nanti sekolah gua beres, pasti sukses”. Jawab pengamen itu. Tiba-tiba semuanya menjadi hening begitu saja. Tentu saja karena si pengamen yang malu menceritakan hidupnya pada orang yang dia tidak kenal. “Ohh Andi namanya? Anak SMA Bangga Indonesia ya? Gua juga sekolah disitu kok. Tapi kok gua jarang liat elu ya? Emang lu kelas berapa?” tanya Mira terus-menerus sambil mengembalikan KTP pengamen itu.
Pengamen itu hanya diam saja karena malu. “Gua Mira, anak SMA Bangga Indonesia. Kelas XI IPA 2. Salam kenal ya Andi?” Mira berusaha mencairkan suasana yang hening itu. “Iya salam kenal juga Mira. Gua kelas XI IPS 1 Mira.” Jawab Andi malu-malu. Kemudian pengamen yang ternyata teman satu sekolahnya itu berpamitan untuk melanjutkan mencari uang.
Besoknya karena penasaran Mira mendatangi kelas XI IPS 1 untuk melihat Andi, sambil menemui Rina sahabat Mira. Ternyata Andi memang ada di kelas itu, sangat rapi sekali, beda ketika dia mengamen. Melihat Mira, Andi yang sedang membaca buku tebal itu tersenyum dan menganggukan kepala kepada Mira. Mira yang masih bengong karena melihat Andi langsung membalas senyum Andi. Tentu saja Mira bertanya-tanya pada Rina tentang Andi. Ternyata Andi adalah salah satu anak yang cukup berpengaruh di sekolah Mira.
Ketika pulang sekolah Mira memikirkan kata-kata Andi tentang anak-anak cacat itu. Ketika sedang membayangkan seperti apa, terdengar suara khas genjrengan gitar Andi. Andi hanya tersenyum sambil memainkan gitarnya. “Loh, gak dijemput?” tanya Mira. “Gua mah jarang dijemput kali.” Jawab Andi. Trus lu kenapa lewat sini hayo? Modus ya lu balik bareng gua?” tanya Mira sambil memasang muka serius. “idih, biasa aja mukanya. ge-er lu. Gua balik jalan kaki terus kali. Rumah gua kan deket rumah elu. Gua kan sering liat elu balik, makanya kemaren gua kasih liat KTP gua, gua yakin lu anak sini. Tapi gua gagal deh buat nyembunyiin dari elu kalo gua anak BaIn (Bangga Indonesia).” Jawab Andi sambil memainkan gitarnya. “ohh, kok gua gak tau ya?” tanya Mira. Andi hanya mengangkat bahunya, tentu saja artinya tidak tau.
Lama mereka berbincang tentang anak-anak luar biasa itu tidak terasa sudah sampai rumah Mira. Kemudian mereka berpisah. Selesai mandi dan makan, Mira memutuskan ingin melihat anak-anak luar biasa itu besok bersama Andi.
Besoknya ketika pulang sekolah Mira menunggu Andi di gerbang sekolah. Lama berbincang akhirnya Andi mau mengantar Mira ke Panti itu. Ketika sampai ternyata banyak sekali anak-anak yang cacat. Para pengurusnya juga ternyata banyak yang anak jalanan. Mereka disambut ramah oleh para pengurus dan anak-anak panti. Andi berbincang-bincang dengan para pengurus, tapi Mira hanya disuruh menemani anak-anak panti bermain.
Ketika Mira melihat ke jendela banyak orang-orang yang seumuran Andi di teras rumah sedang menghitung uang. Sepertinya mereka juga para pengamen pikir Mira. Setelah berbincang dengan para pengurus, Andi mengajakku pulang. Tapi ketika para pengamen yang di luar itu masuk, semua anak-anak luar biasa ini langsung menyambut mereka untuk bermain bersama. Salah seorang pengamen itu ada yang kakinya cacat, membawa uang yang dihitung bersama-sama diluar tadi. Pengamen itu langsung memberikannya kepada pengurus panti. Mira yang melihat kejadian itu hanya bengong. “Kenapa?” tanya Andi. “mereka kerja seharian cuma buat panti ini?” jawab Mira sedikit ragu. “iya. Emang kenapa? Tanya Andi heran. “mereka dermawan banget” jawab Mira masih tidak percaya. “Dermawan itu buat siapa aja kali Mira. Makanya gua ikut ngamen karena mereka, gua pengen tau rasanya” Jawab Andi sambil senyum. Mira pun mengerti, kemudian Mira mengeluarkan uang 300 ribu dari dompetnya dan memberikannya pada pengurus panti. Walaupun itu uangnya untuk membeli baju baru tapi jelas menurut Mira, anak-anak ini jauh lebih membutuhkan daripada dirinya.
Cerpen Karangan: Tania

Bukan sepatu sekolah

Rasa dingin masih meliputi suasana pagi hari. Tetesan embun membasahi bunga-bunga yang berada tepat di samping rumahku. Rasanya enggan sekali untuk bangun. Ingin pada waktu pagi itu sebelum aku beranjak dari ranjang tempat tidurku, selimut yang sudah berada di bawah kakiku ku ambil dan ku betulkan, alias kembali menyelimuti tubuhku yang kedinginan. Tetapi mengingat hari itu bukanlah hari libur sekolah, dengan terpaksa aku beranjak dari tempat tidurku dan langsung ku ambil handuk yang tergantung di pintu kamarku. Setelah itu aku langsung pergi mandi.
Setelah beberapa menit di kamar mandi, akupun keluar dan menuju kamar untuk berpakaian dan bersiap diri untuk pergi ke sekolah. Tetapi, sesuatu terjadi di kamarku pada saat aku baru membuka pintu kamarku dan menatap jam dinding yang tergantung di tembok kamarku yang bercatkan warna biru. Aku spontan melihat arah jarum jam dindingku menunjukan angka 06.57. “hah…!!” kataku kaget sambil melototkan mata. “waduh gimana nih..? Mana belum pake baju dan lain-lain lagi” aku panik sendirian di kamar. Karena ibuku sedang ke pasar, aku jadi tidak ada yang membantu menyiapkan ini itu.
Setelah beberapa menit menyiapkan diri dengan secepat kilat, aku pun bergegas berangkat ke sekolah. Mungkin hari ini hari kesialanku. Ayahku berangkat kerja pagi sekali. Jadi, hari ini tidak ada yang mengantarkanku ke sekolah. Jadi, dengan terpaksa aku berangkat menggunakan angkot. Di dalam angkot, entah mengapa aku merasakan keanehan. Seluruh penumapang yang berada di dalam angkot melihatiku dengan diikuti senyuman-senyuman yang tidak mengenakan. Tapi aku cuek aja.
Setelah sampai di sekolahku tercinta yaitu smk bintang jaya, ternayata aku sudah terlambat. Aku langsung masuk ke ruang tata usaha untuk meminta surat izin masuk kelas karena aku terlambat. Pada saat aku baru masuk ke ruang tata usaha, jantungku berdegup kencang karena aku takut dihukum karena keterlambatanku ini. Tapi untung saja si karyawan tata usaha sedang berbaik hati. Dia tidak menghukumku melainkan hanya menasehati saja supaya tidak mengulanginya lagi. Tetapi selama aku berada di ruang tata usaha, aku merasakan keanehan yang aku rasakan pada saat di dalam angkot tadi pagi. Semua karyawan cekikikan melihat penampilanku termasuk juga karyawan yang sedang membuatkanku surat izin masuk kelas. “bu, apa ada yang salah dengan penampilanku?” tanyaku dengan penuh kebingungan kepada bu sulis yang sedang membuatkanku surat. “mmm.. Gimana ya? Mungkin kamu akan tau setelah kamu masuk kelas nanti” jawab bu sulis.
Surat pun sudah jadi dan ibu sulis langsung memberikannya padaku. “terimakasih bu” ucapku dengan singkat. Bu sulis tidak menjawab ucapanku melainkan hanya tersenyum diikuti cekikikan seolah-olah menertawaiku. Aku langsung beranjak keluar ruangan dengan penuh kebingungan.
Sampai di kelas. Aku mengetuk pintu “assalamu’alaikum” ucapku di depan pintu. “wa’alaikum salam, sini masuk” jawab bu eni yang sedang mengajar di kelasku. Aku pun masuk ke kelas. Pada saat baru satu langkah aku masuk ke kelas, tiba-tiba temanku tertawa terbahak-bahak termasuk juga bu eni. “hey, tadi pagi rumahmu mati lampu ya?” suara salah satu temanku yang duduk di depan. “sudah, sudah!!” perintah bu eni yang mencoba menenangkan seisi kelas yang sedang menertawai aku. “bu, maaf saya terlambat” kataku sambil menyodorkan surat izin masuk. “ya, tapi jangan diulangi lagi ya” jawab bu eni. “bu, maaf apa ada yang aneh dengan penampilanku?” tanyaku kebingungan. “apa kamu tidak sadar? Coba kamu lihat apa yang kamu kenakan pada kakimu” jawab bu eni dengan singkat. Langsung ku lihat kakiku. Dan ternyata tanpa aku sadari, dari rumah aku bukan mengenakan sepatu sekolah melainkan sandal tidurku yang berhiaskan bulu-bulu lembut yang membuat kakiku hangat ketika bangun tidur. Dengan ekspresi super kaget aku mengatakan “hah…!!”, “aduh kok bisa sih aku gak ngerasa dari rumah aku pake sandal tidur” sambungku sambil menggumam di hati. Dengan perasaan malu aku menuju ke kursi tempat duduku yang biasa aku duduki setiap hari di kelas. Kejadian ini menjadi topik pembicaraan kelas-kelas lain satu hari full. Betapa malunya diriku menjadi buah bibir satu sekolah. Kapok deh. Aku gak bakal ngelakuin hal seperti ini lagi. Bener-bener harus diamati penampilanku sebelum pergi ke sekolah.

cerpen sedih

Dalam cerita ini berkisah tentang anak kecil yang sungguh bikin merinding, hehe jangan bilang-bilang ya kalau kemarin pas saya membacanya eh gak terasa air mataku mau jatuh,( emang ciwek nih..)
Dalam cerita ini bercerita tentang kehidupan sehari-hari dimana dalam cerita ini menggambarkan tentang keluarga yang super sibuk, yang mana dalam keluarga tersebut terdapat seorang anak kecil yang begitu merindukan kasih sayang dan kebersamaan dengan orang tuanya. mungkin hal ini kelihatanya sepele dan mungkin juga juga hal ini terjadi pada diri sobat atau orang yang anda kenal, tapi sayang anda gak mau ceita sih jadi saya gak tahu. Untuk ceritanya silahkan nanti baca saja dibawah ini, tapi jangan lupa kalau yang gak kuat nahan tangis, siapin aja tissue yang banyak sama kacang kulit yang banyak! Kacang?? Emang buat apaan? Eh jangan cerewet ikutin aja kata simbah Perkuliahan.com., gini .. kalau ceritanya bikin mewek silahkan dilap ya pake tuh tisu ! Tapi kalau ceritanya tak bikin sedih jangan kesel ama perkuliahan.com, kesel aja sama tuh kacang dimakan aja sama kulitnya gak papa! Gak lucu ya?? Emang, namanya aja cerita sedih! Gimana sih ah!
Jadi ceitanya gini, di suatu kerajaan ada seorang putri cantik nan jelita, dan putri cantik nan jelita tersebut tiap malam gak bisa tidur, sebelum mendengarkan cerita-cerita lucu, dan cerita lucunya kaya gini “di suatu kerajaan ada seorang putri cantik nan jelita, dan putri cantik nan jelita tersebut tiap malam gak bisa tidur, sebelum mendengarkan cerita-cerita lucu, dan cerita lucunya kaya gini “ di suatu kerajaan ada seorang putrid cantik nan jelita, dan putri cantik nan jelita tersebut tiap malam gak bisa tidur, sebelum mendengarkan cerita-cerita lucu, dan cerita lucunya kaya gini… ( teng teng maaf tadi kasetnya rusak lanjut aja bacanya dibawah ini)
judul aslinya ”Bolehkah Aku Membeli Waktu Papa 1 jam saja ?”
” Pada suatu hari, seorang Ayah pulang dari bekerja pukul 21.00 malam. Seperti hari-hari sebelumnya, hari itu sangat melelahkan baginya. Sesampainya dirumah ia mendapati anaknya yang berusia 8 tahun yang duduk di kelas 2 SD sudah menunggunya di depan pintu rumah. Sepertinya ia sudah menunggu lama.”Kok belum tidur?” sapa sang Ayah pada anaknya.
Biasanya si anak sudah lelap ketika ia pulang kerja, dan baru bangun ketika ia akan bersiap berangkat ke kantor di pagi hari.”Aku menunggu Papa pulang , karena aku mau tanya berapa sih gaji Papa?””Lho,tumben, kok nanya gaji Papa segala? Kamu mau minta uang lagi ya?””Ah, nggak pa, aku sekedar..pengin tahu aja…””Oke, kamu boleh hitung sendiri. Setiap hari Papa bekerja sekitar 10 jam dan dibayar Rp.400.000. setiap bulan rata-rata dihitung 25 hari kerja. Jadi gaji Papa satu bulan berapa, hayo?!”Si anak kemudian berlari mengambil kertas dari meja belajar sementara Ayahnya melepas sepatu dan mengambil minuman.
Ketika sang Ayah ke kamar untuk berganti pakaian, sang anak mengikutinya.”jadi kalau satu hari Papa dibayar Rp 400.000 utuk 10 jam, berarti satu jam Papa digaji Rp 40.000 dong!””Kamu pinter, sekarang tidur ya..sudah malam!” tapi sang anak tidak mau beranjak.”Papa, aku boleh pinjam uang Rp 10.000 nggak?””Sudah malam nak, buat apa minta uang malam-malam begini. Sudah, besok pagi saja. Sekarang kamu tidur…””Tapi papa…””Sudah, sekarang tidur…” suara sang Ayah mulai meninggi.Anak kecil itu berbalik menuju kamarnya.
Sang Ayah tampak menyesali ucapannya. Tak lama kemudian ia menghampiri anaknya di kamar. Anak itu sedang-terisak-isak sambil memegang uang Rp 30.000.Sambil mengelus kepala sang anak, Papanya berkata”Maafin Papa ya! kenapa kamu minta uang malam-malam begini..besok kan masih bisa. Jangankan Rp.10.000, lebih dari itu juga boleh. Kamu mau pakai buat beli mainan khan?….””Papa, aku ngga minta uang. Aku pinjam…nanti aku kembalikan kalau sudah menabung lagi dari uang jajanku.””Iya..iya..tapi buat apa??” Tanya sang Papa.”
Aku menunggu Papa pulang hari ini dari jam 8. aku mau ajak Papa main ular tangga. Satu jam saja pa, aku mohon. Mama sering bilang, kalau waktu Papa itu sangat berharga. Jadi aku mau beli waktu Papa. Aku buka tabunganku, tapi cuma ada uang Rp 10.000. tapi Papa bilang, untuk satu jam Papa dibayar Rp 40.000.. karena uang tabunganku hanya Rp.30.000,- dan itu tidak cukup, aku mau pinjam Rp 10.000 dari Papa…”Sang Papa cuma terdiam.
Ia kehilangan kata-kata. Ia pun memeluk erat anak kecil itu sambil menangisMendengar perkataan anaknya, sang Papa langsung terdiam, ia seketika terenyuh, kehilangan kata-kata dan menangis.. ia lalu segera merangkul sang anak yang disayanginya itu sambil menangis dan minta maaf pada sang anak..”Maafkan Papa sayang…” ujar sang Papa.”Papa telah khilaf, selama ini Papa lupa untuk apa Papa bekerja keras…maafkan Papa anakku…” kata sang Papa ditengah suara tangisnya. Si anak hanya diam membisu dalam dekapan sang Papa…