MANAJEMEN HUBUNGAN SEKOLAH, BUDAYA,
LINGKUNGAN MASYARAKAT, BERBASIS SEKOLAH
Disusun
guna Memenuhi Tugas Mata Kuliah Manajemen
Sekolah
Dosen
Pengampu: Kadis, M.Pd
Disusun
oleh:
Kelompok
8
Anisa Indriani 201433053
Desi Sabtiayu 201433054
Desi Aprilliani 201433055
Annisa Yuni R. 201433059
Dian Fadlia N. 201433066
Ika Erika A. 201433067
Rina Alfyatur R. 201433075
Eko Heri H. 201433086
M. Thoriqul Huda 201433088
Kelas: 4B
PENDIDIKAN GURU SEKOLAH DASAR
FAKULTAS
KEGURUAN DAN ILMU PENDIDIKAN
UNIVERSITAS
MURIA KUDUS
2016
KATA
PENGANTAR
Puji syukur Alhamdulillah kami
panjatkan kehadirat Allah SWT, yang telah memberikan rahmat serta hidayah-Nya kepada
kami semua, sehingga kami dapat menyelesaikan tugasyang telah diberikan kepada
kami berupa makalah yang berjudul “manajemen hubungan sekolah, budaya, lingkungan,
masyarakat, berbasis sekolah”.
Makalah
ini kami susun sebagai tugas yang diberikan dari mata kuliah Manajemen Sekolah
pada semester 4 tahun ajaran 2016/2017.
Atas
dukungan moral dan materi yang diberikan dalam penyusunan makalah ini, maka
kami mengucapkan terima kasih kepada Bapak Kadis M.Pd selaku dosen pengampu,
yang memberikan materi, dorongan dan masukan kepada kami. Dalam penyusunan
makalah ini kami yakin masih banyak kekurangannya. Oleh karena itu, kami
mengharap kepada para pendidik khususnya dan para pembaca umumnya untuk
memberikan saran dan kritik, dalam rangka penyempurnaan makalah ini. Untuk itu
kami menyampaikan terima kasih yang sebesar-besarnya.
Hanya
kepada Allah SWT kami memohon semoga makalah ini bermanfaat bagi kita semua.
Amin.
Kudus , Maret 2016
Tim Penyusun
DAFTAR ISI
HALAMAN
JUDUL................................................................................................ i
Kata
Pengantar........................................................................................................... ii
Daftar
Isi.................................................................................................................... iii
BAB I
PENDAHULUAN
A.
Latar Belakang.........................................................................................
B.
Rumusan Masalah....................................................................................
C.
Tujuan Penulisan......................................................................................
D.
Manfaat Penulisan....................................................................................
BAB II
PEMBAHASAN
A.
Pengertian Manajemen Berbasis Sekolah.................................................
B.
Manajemen Hubungan Sekolah dengan Budaya Berbasis Sekolah.........
C.
Manajemen Hubungan Sekolah dengan Lingkungan Masyarakat
Berbasis Sekolah.....................................................................................
D.
Keterkaitan antara Manajemen Hubungan Sekolah, Budaya,
Lingkungan Masyarakat Berbasis Sekolah.................................................................................................................
BAB III
PENUTUP
A.
Simpulan..................................................................................................
B.
Saran........................................................................................................
DAFTAR PUSTAKA...............................................................................................
BAB 1
PENDAHULUAN
A.
Latar Belakang
Masalah
Manajemen
Berbasis Sekolah (MBS) atau Scool Based Management (SBM) merupakan strategi
untuk mewujudkan sekolah yang efektif dan produktif. Istilah ini pertama kali
muncul di Amerika Serikat ketika masyarakan mulai mempertanyakan relevansi
pendidikan dengan tuntutan dan perkembangan masyarakat setempat. Mbs merupakan
paradigma baru manajemen pendidikan, yang memberikan otonomi luas pada sekolah,
dan pelibatan masyarakat dalam kerangka kebijakan pendidikan nasional. Otonomi
diberikan agar sekolah leluasa mengelola sumber daya, sumber dana, sumber
belajar, dan mengalokasikannya sesuai prioritas kebutuhan, serta lebih tanggap
terhadap kebutuhan setempat.
MBS
merupakan salah satu wujud reformasi pendidikan yang memberikan otonomi kepada
sekolah untuk mengatur kehidupan sesuai dengan potensi, tuntutan, dan
kebutuhannya. Otonomi dalam manajemen merupakan potensi bagi sekolah untuk
meningkatkan kinerja para tenaga kependidikan, menawarkan partisipasi langsung
kelompok-kelompok terkait, dan meningkatkan pemahaman masyrakat terhadap
pendidikan. Oleh
karena itu pemimpin sekolah perlu terus menerus membina hubungan yang baik antara
sekolah dan masyarakat yang nantinya akan memunculkan hubungan kultural dan
melibatkan lingkungan sekitar. Sekolah perlu banyak memberi informasi kepada
masyarakat tentang program-prgoram dan problem-problem yang dihadapi, agar
masyarakat mengetahui dan memahami masalah-masalah yang dihadapi sekolah.
Harapannya yaitu tumbuhnya rasa simpati dan partisipasi masyarakat
Kebijakan Direktur
Pendidikan Menengah Umum tentang Manajemen Peningkatan Mutu Berbasis Sekolah
menekankan agar sekolah mampu mengkoordinasikan dan menyerasikan segala sumber
daya yang ada disekolah dan di luar sekolah untuk mewujudkan sekolah yang
bermutu. Untuk mewujudkan itu semua diperlukan kesiapan dan kemampuan agar bisa
memberdayakan semua komponen di sekolah dan di luar sekolah agar berpartisipasi
secara aktif dalam penyelenggaraan pendidikan.
B.
Rumusan Masalah
1.
Apa
yang dimaksud dengan Manajemen Berbasis Sekolah (MBS) ?
2.
Bagaimana
managemen hubungan sekolah dengan budaya berbasis sekolah ?
3.
Bagaimana
managemen hubungan sekolah dengan lingkungan masyarakat sekitar berbasis
sekolah ?
4.
Bagaimana
keterkaitan antara managemen hubungan sekolah, budaya, lingkungan, masyarakat
berbasis sekolah ?
C.
Tujuan Penulisan
1.
Mengetahui tentang
Manajemen Berbasis Sekolah (MBS).
2.
Menetahui
managemen hubungan sekolah dengan budaya berbasis sekolah.
3.
Mengetahui
managemen hubungan sekolah dengan lingkungan sekitar berbasis sekolah.
4.
Mengetahui
managemen hubungan sekolah dengan masyarakat berbasis sekolah.
5.
Mengetahui
keterkaitan antara managemen hubungan sekolah, budaya, lingkungan, masyarakat
berbasis sekolah.
D.
Manfaat Penulisan
1.
Mengkaji
tentang Manajemen Berbasis Sekolah (MBS).
2.
Mengkaji
managemen hubungan sekolah dengan budaya berbasis sekolah.
3.
Mengkaji
managemen hubungan sekolah dengan lingkungan masyarakat berbasis sekolah.
4.
Mengkaji
keterkaitan antara managemen hubungan sekolah, budaya, lingkungan, masyarakat
berbasis sekolah.
BAB 2
PEMBAHASAN
A.
Manajemen Berbasis Sekolah
Manajemen
Berbasis Sekolah (MBS) merupakan salah satu isu yang kuat didorong ke permukaan
dalam konteks implementasi gagasan reformasi pendidikan yang direfleksikan
dalam UU No. 20 Tahun 2003 tentang Sistem Pendidikan Nasional, pasal 51 ayat
(1) menyatakan, “Pengelolaan satuan pendidikan anak usia dini, pendidikan
dasar, dan pendidikan menengah dilaksanakan berdasarkan standar pelayanan
minimal dengan prinsip manajemen berbasis sekolah.”
Manajemen
berbasis sekolah merupakan terjemahan dari “school-based
management” yang memiliki arti sebagai suatu pendekatan praktis yang
bertujuan untuk mendesain pengelolaan sekolah dengan memberikan kekuasaan
kepada sekolah dan meningkatkan partisipasi masyarakat dalam upaya perbaikan
kinerja sekolah yang mencakup guru, kepala sekolah, orang tua siswa, dan
masyarakat. MBS merupakan paradigma baru pendidikan,
yang memberikan otonomi luas pada tingkat sekolah (pelibatan masyarakat) dalam
kerangka kebijakan pendidikan nasional.
Manajemen Berbasis Sekolah (MBS) menurut
para ahli:
a.
Menurut Edmond yang dikutip
Suryosubroto merupakan alternatif baru dalam pengelolaan pendidikan yang
menekankan kepada kemandirian dan kreatifitas sekolah.
b.
Menurut Nurkholis (2003:1)
menjelaskan bahwa Manajemen Berbasis Sekolah dapat diartikan sebagai segala
sesuatu yang berkenaan dengan pengelolaan sumber daya berdasar pada sekolah itu
sendiri dalam proses pembelajaran untuk mencapai tujuan yang telah ditetapkan.
c.
Menurut Myers dan Stonehill
(1993) menjelaskan bahwa MBS merupakan strategi untuk memperbaiki pendidikan
dengan mentransfer otoritas pengambilan keputusan secara signifikan dari
pemerintah pusat dan daerah ke sekolah-sekolah secara individual.
Manajemen Berbasis Sekolah pada prinsipnya
menempatkan kewenangan yang bertumpu pada sekolah dan masyarakat, menghindari
format sentralisasi dan birokratisasi yang dapat mneyebabkan hilangsa fungsi
manajemen sekolah. MBS memandang sekolah sebagai suatu lembaga yang harus di
kembangkan. Prestasi kerja sekolah diukur dari perkembangannya. Oleh karena
itu, semua kegiatan program sekolah ditujukan untuk memberikan pelayanan kepada
siswa secara oprimal.
MBS memiliki potensi yang besar dalam menciptakan
kepala sekolah, guru, dan pengelolaan system pendiikan atau administrator
secara professional. Oleh karena itu, keberhasilan dalam mencapai kinerja
unggul akan sangat ditentukan oleh faktor informasi, pengetahuan, keterampilan,
dan insentif (hadiah) yang berorientasi pada mutu, efisiensi dan kemandirian
sekolah. Berkaitan dengan harapan untuk menghasilkan mutu yang baik, konsep MBS
memperhatikan aspek-aspek mutu yang harus dikendalikan secara komprehensif
yaitu karakteristik mutu pendidikan, baik input, proses, maupun output atas
pembiayaan, metode atau sistem penyampaian bahan atau materi pelajaran
pelayanan pada siswa dan orang tua atau masyarakat.
MBS
akan efektif diterapkan jika para pengelola pendidikan mampu melibatkan
stakeholders terutama peningkatan peran serta masyarakat dalam menentukan
kewenangan, pengadministrasian, dan inovasi kurikulum yang dilakukan oleh
masing-masing sekolah. Oleh karena itu, validitas sekolah terhadap stakeholder
akan menjadi titik awal kepercayaan untuk mendapatkan dukungan dari masyarakat
jika sekolah mampu memenuhi harapan atau kebutuhan siswa dan msyarakat.
Jadi,
dari uraian di atas Manajemen Berbasis Sekolah (MBS) adalah pengelolaan sumber
daya sekolah yang dilakukan secara mandiri oleh sekolah, baik dari kepala
sekolah, guru, orang tua, dan masyarakat serta mengikutkansertakan kelompok
kepentingan yang terkait dengan sekolah untuk mencapai tujuan peningkatan
sekolah dengan proses yang baik.
B.
Managemen Hubungan Sekolah
Dengan Budaya Berbasis Sekolah
Istilah
“budaya” dari ilmu Antropologi Sosial dapat diartikan sebagai totalitas pola
perilaku, kesenian, kepercayaan, kelembagaan, dan semua produk lain dari karya
dan pemikiran manusia yang mencirikan kondisi suatu masyarakat yang
ditransmisikan bersama. Managemen budaya dan lingkungan berbasis sekolah adalah
pengaturan budaya dan lingkungan sekolah yang meliputi kegiatan merencanakan,
dan mengorganisasikan melaksanakan, mengevaluasi program kegiatan budaya, dan
lingkungan sekolah, dengan berpedoman pada prinsip-prinsip implementasi
managemen berbasis sekolah. Hubungan sekolah dan masyarakat memunculkan sebuah
hubungan kultural yakni hubungan kerjasama antara sekolah dan masyarakat yang
memungkinkan adanya saling membina dan mengembangkan kebudayaan masyarakat
tempat sekolah itu berada bahkan yang diharapkan adalah sekolah dapat menjadi
titik pusat dan sumber tempat terpancarnya nilai dan seni yang baik bagi
kemajuan masyarakat yang selalu berubah dan berkembang maju. Misalnya, sekolah
yang berada di daerah yang mayoritas masyarakatnya memiliki budaya membatik
bisa dijadikan inspirasi bagi sekolah tersebut untuk mengembangkan budaya batik
menjadi muatan lokal, kemudian nantinya hasil kreasi siswa dapat dipasarkan
dimasyarakat. Sehingga, budaya batik tersebut dapat berkembang dan dapat
dikenal masyarakat lebih luas. Jadi, tidaklah salah bila sekolah dijadikan
barometer bagi maju mundurnya kehidupan beragama, cara berpikir, kesenian,
kebudayaan, dan berbagai hal yang terjadi dalam masyarakat. Untuk itu,
diperlukan kerjasama antara kehidupan disekolah dan kehidupan di masyarakat.
C.
Managemen Hubungan Sekolah Dengan Masyarakat Berbasis
Sekolah
Secara
etimologis, hubungan sekolah dan masyarakat diterjemahkan dari bahasa inggris “public school relation” yang berarti
hubungan sekolah dan masyarakat sebagai hubungan timbal balik antara organisasi
(sekolah) dengan masyarakat/ lingkungannya yang terkait.
Menurut
Rugaiyah (2011: 73) hubungan sekolah dan masyarakat didefinisikan sebagai
proses komunikasi antara sekolah dan masyarakat untuk berusaha menanamkan
pengertian warga masyarakat tentang kebutuhan dan karya pendidikan serta
pendorong minat dan tanggung jawab masyarakat dalam usaha memajukan sekolah.
Menurut
Wahjosumidjo manajemen humas adalah suatu proses pengembagan hubungan lembaga
pendidikan dengan masyarakat yang bertujuan memungkinkan orang tua dan warga
wilayah berpartisipasi aktif dan penuh arti di dalam kegiatan pendidikan di
sekolah.
Dari uraian
diatas dapat disimpulkan bahwa manajemen hubungan sekolah dengan masyarakat
adalah segala penataan yang berkaitan dengan kegiatan hubungan sekolah dengan
masyarakat dimaksudkan untuk menunjang proses belajar mengajar di sekolah.
Masyarakat dalam konteks ini mencakup orang-orang tua murid, badan/lembaga
pemerintah/swasta, masyarakat pada umumnya yang berada disekitar sekolah
dan/atau yang terkait dengan sekolah. Masyarakat sebenarnya merupakan
laboratorium pendidikan yang tidak ternilai harganya baik dalam rangka
mengembangkan pengetahuan, sikap/nilai maupun keterampilan. Oleh karena itu
kehidupan sekolah harus sinkron dan terpadu dengan kehidupan masyarakat.
Keduanya dapat dibedakan tetapi tidak bisa dipisahkan.
Ada
tiga faktor yang menyebabkan sekolah harus berhubungan dengan masyarakat :
a.
Faktor perubahan
sifat, tujuan dan metode mengajar di sekolah.
b.
Faktor masyarakat, yang
menuntut adanya perubahan-perubahan dalam pendidikan di sekolah dan perlunya
bantuan masyarakat terhadap sekolah.
c.
Faktor perkembangan
ide demokrasi bagi masyarakat terhadap pendidikan.
Di samping
hal tersebut ada beberapa alasan yang melandasi pentingnya adanya kegiatan
hubungan sekolah dengan masyarakat yaitu:
1.
Sebagai sarana sekolah untuk
mengenalkan diri kepada masyarakat luas tentang apa yang sedang dan akan
dikerjakan.
2.
Sebagai alat untuk menyebarkan
gagasan kepada orang lain.
3.
Sebagai sarana untuk memperoleh
bantuan dari masyarakat.
4.
Untuk sarana membuka diri agar
memperoleh kritik dan saran.
5.
Memenuhi keingintahuan manusia dalam
rangka naluri untuk selalu mengembangkan diri.
Hubungan
sekolah dengan masyarakat hendaknya bersifat alami dan tidak dibuat-buat, ada
timbal balik, suka rela, berkelanjutan dan konstruktif kreatif. Selanjutnya
misi hubungan hendaknya lebih meningkatkan keserasian kehidupan di sekolah
dengan di masyarakat sehingga kehidupan di sekolah tidak terasing dari
kehidupan di masyarakat (Depdikbud, 1994:50).
C.1 Tujuan Hubungan
Sekolah dengan Masyarakat
Tujuan
Husemas dimaksudkan untuk menciptakan hubungan sekolah secara harmonis,
meningkatkan kemajuan pendidikan di sekolah dan memberi manfaat masyarakat akan
kemajuan sekolah.
Menurut
Elsbree yang dikutip (dalam Sobari:1994) mengemukakan tujuan-tujuan husemas,
yaitu sebagai berikut:
a.
Untuk meningkatkan
kualitas belajar dan pertumbuhan anak.
b.
Untuk meningkatkan
pemahaman masyarakat akan pentingnya pendidikan dan meningkatkan kualitas kehidupan
masyarakat.
c.
Untuk mengembangkan
antusiasme/ semangat saling bantu antara sekolah dengan masyarakat demi
kemajuan kedua belah pihak.
C.2
Cara Menjalin Hubungan Sekolah dan Masyarakat
1.
Memberitahu masyarakat
mengenai program-program sekolah, baik program yang sedang dilaksanakan, maupun
yang kan dilaksanakan, sehingga masyarakat mendapat gambran yang jelas tentang
sekolah yang bersangkutan, transparan dalam pengelolaan dana sekolah, bersifat
terbuka dalam menampung aspirasi dari masyarakat.
2.
Melalui hubungan yang
harmonis, diharapkan mencapai tujuan hubungan sekolah dan masyarakat, yaitu
terlaksananya proses pendidikan di seklah secara produktif, efektif dan efisien
sehingga meghasilkan lulusan sekolah yang produktif dan berkualitas.
C.3
Manfaat Hubungan Sekolah dengan masyarakat
1.
Memperbesar dorongan untuk mawas
diri.
2.
Mempermudah memperbaiki pengelolaan
sekolah.
3.
Mengurangi miskonsepsi masyarakat
tentang sekolah.
4.
Mendapatkan kritik dan saran dari
masyarakat.
5.
Memudahkan dalam meminta bantuan dan
dukungan dari masyarakat.
6.
Memudahkan penggunaan media
pendidikan di masyarakat.
7.
Memudahkan pendataan narasumber.
b.
Manfaat bagi masyarakat, antara
lain:
1.
Mengetahui aktivitas sekolah dan
program-programnya.
2.
Kebutuhan masyarakat terhadap
keberadaan sekolah lebih mudah terwujudkan.
3.
Mendapatkan nilai tambah dalam hal
inovasi dan kreativitas sekolah.
4.
Memberikan harapan yang lebih baik
terhadap masa depan peserta didik.
5.
Menyalurkan dukungan (amal, zakat,
dan infaq) dari masyarakat.
6.
Mendorong terciptanya masyarakat
madani.
C.4 Prinsip-Prinsip
Pelaksanaan Hubungan Sekolah dengan Masyarakat
Apabila
kegiatan hubungan sekolah dengan masyarakat ingin berhasil mencapai sasaran, baik
dalam arti sasaran masyarakat atau orang tua yang dapat diajak kerjasama maupun
sasaran hasil yang diinginkan, maka beberapa prinsip-prinsip pelaksanaan di
bawah ini harus menjadi pertimbangan dan perhatian.
Beberapa
prinsip yang perlu diperhatikan dan dipertimbangkan dalam pelaksanaan hubungan
sekolah dengan masyarakat, sebagai berikut:
1.
Integrity
Prinsip
ini mengandung makna bahwa semua kegiatan hubungan sekolah dengan masyarakat
harus terpadu, dalam arti apa yang dijelaskan, disampaikan dan disuguhkan
kepada masyarakat harus informasi yang terpadu antara informasi kegiatan
akademik maupun informasi kegiatan yang bersifat non akademik.
Biasanya
sering terjadi sekolah tidak menginformasikan atau menutupi sesuatu yang
sebenarnya menjadi masalah sekolah dan perlu bantuan atau dukungan orang tua
murid. Oleh sebab itu sekolah harus sedini mungkin mengantisipasi kemungkinan
adanya salah persepsi, salah interpretasi tentang informasi yang disajikan
dengan melengkapi informasi yang akurat dan data yang lengkap, sehingga dapat
diterima secara rasional oleh masyarakat.
Hal
ini sangat penting untuk meningkatkan penilaian dan kepercayaan masyarakat atau
orang tua murid terhadap sekolah, atau dengan kata lain transparansi sekolah
sangat diperlukan, lebih-lebih dalam era reformasi dan abad informasi ini,
masyarakat akan semakin kritis dan berani memberikan penilaian secara langsung
tentang sekolah.
2.
Continuity
Prinsip
ini berarti, bahwa pelaksanaan hubungan sekolah dengan masyarakat harus
dilakukan secara terus menerus.
Jadi,
pelaksanaan hubungan sekolah dengan masyarakat tidak hanya dilakukan secara
insedental atau sewaktu-waktu, misalnya satu kali dalam satu tahun atau sekali
dalam satu semester, hanya dilakukan oleh sekolah pada saat akan meminta
bantuan keuangan kepada orang tua atau masyarakat. Hal inilah yang menyebabkan
masyarakat selalu beranggapan apabila ada panggilan sekolah untuk datang ke
sekolah selalu dikaitkan dengan uang. Akibatnya mereka cenderung untuk tidak menghadiri
atau sekedar mewakilkan kepada orang lain untuk menghadiri undangan sekolah.
Apabila ini terkondisi, maka sekolah akan sulit mendapat dukungan yang kuat
dari semua orang tua murid dan masyarakat.
Perkembangan
informasi, perkembangan kemajuan sekolah, permasalahan-permasalahan sekolah
bahkan permasalahan belajar siswa selalu muncul dan berkembang setiap saat,
karena itu maka diperlukan penjelasan informasi yang terus menerus dari sekolah
untuk masyarakat atau orang tua murid, sehingga mereka sadar akan pentingnya
keikutsertaan mereka dalam meningkatkan mutu pendidikan putra-putrinya.
3.
Simplicity
Prinsip
ini menghendaki agar dalam proses hubungan sekolah dengan masyarakat yang
dilakukan baik komunikasi personal maupun komunikasi kelompok pihak pemberi
informasi (sekolah) dapat menyederhanakan berbagai informasi yang disajikan
kepada masyarakat. Informasi yang disajikan kepada masyarakat melalui pertemuan
langsung maupun melalui media hendaknya disajikan dalam bentuk sederhana
sesuai dengan kondisi dan karakteristik pendengar (masyarakat setempat).
Prinsip kesederhanaan ini juga
mengandung makna bahwa: informasi yang disajikan dinyatakan dengan kata-kata
yang penuh persahabatan dan mudah dimengerti. Banyak masyarakat yang tidak
memahami istilah-istilah yang sangat ilmiah, oleh sebab itu penggunaan istilah
sedapat mungkin disesuaikan dengan tingkat pemahaman masyarakat.
4.
Coverage
Kegiatan
pemberian informasi hendaknya menyeluruh dan mencakup semua aspek, faktor atau
substansi yang perlu disampaikan dan diketahui oleh masyarakat, misalnya
program ekstra kurikuler, kegiatan kurikuler, remedial teaching dan lain-lain
kegiatan. Prinsip ini juga mengandung makna bahwa segala informasi hendaknya:
a.
Lengkap, artinya tidak
satu informasipun yang harus ditutupi atau disimpan, padahal masyarakat
atau orang tua murid mempunyai hak untuk mengetahui keberadaan dan kemajuan
sekolah dimana anaknya belajar. Oleh sebab itu, informasi kemajuan sekolah,
masalah yang dihadapi sekolah serta prestasi yang dapat dicapai sekolah harus
dinformasikan kepada masyarakat.
b.
Akurat, artinya
informasi yang diberikan memang tepat dan sesuai dengan kebutuhan masyarakat,
dalam kaitannya ini juga berarti bahwa informasi yang diberikan jangan
dibuat-buat atau informasi yang obyektif.
c.
Up to date, berarti
informasi yang diberikan adalah informasi perkembangan, kemajuan, masalah dan
prestasi sekolah terakhir.
Demikian, masyarakat dapat memberikan
penilaian sejauh mana sekolah dapat mencapai misi dan visi yang disusunnya.
5.
Constructiveness
Program
hubungan sekolah dengan masyarakat hendaknya konstruktif, dalam arti
sekolah memberikan informasi yang konstruktif kepada masyarakat. Dengan
demikian masyarakat akan memberikan respon hal-hal positif tentang
sekolah serta mengerti dan memahami secara detail berbagai masalah yang
dihadapi sekolah. Apabila hal tersebut dapat mereka mengerti, akan merupakan
salah satu faktor yang dapat mendorong mereka untuk memberikan bantuan kepada
sekolah sesuai dengan permasalahan sekolah yang perlu mendapat perhatian dan
pemecahan bersama. Hal ini menuntut sekolah untuk membuat daftar masalah yang
perlu dikomunikasikan secara terus menerus kepada sasaran masyarakat tertentu.
Penjelasan
yang konstruktif akan menarik bagi masyarakat dan akan diterima oleh
masyarakat tanpa prasangka tertentu, hal ini akan mengarahkan mereka untuk
berbuat sesuatu sesuai dengan keinginan sekolah.
6.
Adaptability
Program
hubungan sekolah dengan masyarakat hendaknya disesuaikan dengan keadaan di
dalam lingkungan masyarakat tersebut. Penyesuaian dalam hal ini termasuk
penyesuaian terhadap aktivitas, kebiasaan, budaya (culture) dan bahan informasi yang ada dan berlaku di dalam
kehidupan masyarakat. Bahkan pelaksanaan kegiatan hubungan dengan masyarakat
pun harus disesuaikan dengan kondisi masyarakat. Misalnya saja masyarakat
daerah pertanian yang setiap pagi bekerja di sawah, tidak mungkin sekolah
mengadakan kunjungan (home visit)
pada pagi hari.
7.
Peranan Hubungan
Sekolah dengan Masyarakat
a.
Sekolah sebagai
partner masyarakat di dalam melaksanakan fungsi pendidikan. Dalam konteks ini,
berarti keduanya, yaitu sekolah dan masyarakat dilihat sebagai pusat-pusat
pendidikan yang potensial dan mempunyai hubungan yang fungsional.
b.
Sekolah sebagai
prosedur yang melayani kesan pesan pendidikan dari masyarakat lingkungannya.
Berdasarkan hal ini, berarti antara masyarakat dengan sekolah memiliki ikatan
hubungan rasional berdasarkan kepentingan di kedua belah pihak.
c.
Masyarakat
berperan serta dalam mendirikan dan membiayai sekolah.
d.
Masyarakat berperan dalam
mengawasi pendidikan agar sekolah tetap membantu dan mendukung cita-cita dan
kebutuhan masyarakat.
e.
Masyarakat yang ikut
menyediakan tempat pendidikan seperti gedung-gedung museum, perpustakaan,
panggung-panggung kesenian, dan sebagainya.
f.
Masyarakat yang
menyediakan berbagai sumber untuk sekolah.
g.
Masyarakat sebagai
sumber pelajaran atau laboratorium tempat belajar seperti aspek alami,
industri, perumahan, transportasi, perkebunan, pertambangan dan sebagainya.
8.
Peran Serta Komite
Sekolah dalam Kontek MBS dalam Peningkatan Mutu Pendidikan di Sekolah
Dibentuknya
komite sekolah, supaya ada suatu organisasi masyarakat sekolah yang mempunyai
komitmen dan loyalitas serta peduli terhadap peningkatan kualitas sekolah.
Komite sekolah yang dibentuk dapat dikembangkan secara khas dan berakar dari
budaya, demografis, ekologis, nilai kesepakatan, serta kepercayaan yang
dibangun sesuai dengan potensi masyarakat setempat. Keberadaan komite sekolah
harus bertumpu pada landasan partisipasi masyarakat dalam meningkatkan kualitas
pelayanan dan hasil pendidikan di satuan pendidikan atau sekolah. Oleh karena
itu, pembentukkan komite sekolah harus memperhatikan pembagian peran sesuai
posisi dan otonomi yang ada.
Peran
komite sekolah adalah sebagai berikut:
a.
Sebagai lembaga pemberi
pertimbangan (Advissorry Agency)
dalam penentuan dan pelaksanaan kebijakan pendidikan di satuan pendidikan.
b.
Sebagai lembaga
pendukung (Supporting Agency) baik
yang berwujud finansial, pemikiran, maupun tenaga dalam penyelenggaraan
pendidikan di satuan pendidikan.
c.
Sebagai lembaga
pengontrol (Controlling Agency) dalam
rangka transparansi dan akuntabilitas penyelenggaran dan keluaran pendidikan di
satuan pendidikan.
d.
Sebagai lembaga
mediator (Mediator
Agency) antara pemerintah (Eksekutif) dengan masyarakat di satuan
pendidikan.
Komite
sekolah dapat diberdayakan dalam menjebatani kepentingan sekolah dan
partisipasi masyarakat, khususnya orang tua siswa. Dalam konteks ini,
komunikasi antara sekolah dengan masyarakat memiliki peran sangat penting.
Seorang kepala sekolah dapat menguasai guru, staf, dan masyarakat dengan
kemampuannya komunikasi. Dengan kemampuan itu pula, kepala sekolah dapat
mengkomunikasikan program sekolah kepada komite sekolah dan masyarakat. Jadi,
melalui komunikasi yang baik, seluruh elemen masyarakat dan sekolah dapat
dipersatukan secara harmonis guna mendukung pencapaian mutu pendidikan yang
lebih baik.
D.
Keterkaitan antara Manajemen
Hubungan Sekolah, Budaya, Lingkungan Masyarakat Berbasis Sekolah
Hubungan
sekolah dan masyarakat memunculkan sebuah hubungan kultural yakni hubungan
kerjasama antara sekolah dan masyarakat yang memungkinkan adanya saling membina
dan mengembangkan kebudayaan masyarakat tempat sekolah itu berada bahkan yang
diharapkan adalah sekolah dapat menjadi titik pusat dan sumber tempat
terpancarnya nilai dan seni yang baik bagi kemajuan masyarakat yang selalu
berubah dan berkembang maju. Misalnya, sekolah yang berada di daerah yang
mayoritas masyarakatnya memiliki budaya membatik bisa dijadikan inspirasi bagi
sekolah tersebut untuk mengembangkan budaya batik menjadi muatan lokal,
kemudian nantinya hasil kreasi siswa dapat dipasarkan dimasyarakat. Sehingga,
budaya batik tersebut dapat berkembang dan dapat dikenal masyarakat lebih luas.
Jadi, tidaklah salah bila sekolah dijadikan barometer bagi maju mundurnya
kehidupan beragama, cara berpikir, kesenian, kebudayaan, dan berbagai hal yang
terjadi dalam masyarakat. Untuk itu, diperlukan kerjasama antara kehidupan
disekolah dan kehidupan di masyarakat.
SIMPULAN
Manajemen
Berbasis Sekolah (MBS) adalah pengelolaan sumber daya sekolah yang dilakukan
secara mandiri oleh sekolah, baik dari kepala sekolah, guru, orang tua, dan
masyarakat serta mengikutkan sertakan
kelompok kepentingan yang terkait dengan sekolah untuk mencapai tujuan peningkatan
sekolah dengan proses yang baik.
Sedangkan dalam managemen
budaya dan lingkungan berbasis sekolah adalah pengaturan budaya dan lingkungan
sekolah yang meliputi kegiatan merencanakan, dan mengorganisasikan
melaksanakan, mengevaluasi program kegiatan budaya, dan lingkungan sekolah,
dengan berpedoman pada prinsip-prinsip implementasi managemen berbasis sekolah. Manajemen
hubungan sekolah dengan masyarakat dimaksudkan untuk menunjang proses belajar
mengajar di sekolah.
DAFTAR
PUSTAKA
Bafadal,
Ibrahim. 2006. Dasar-dasar manajemen dan supervisi taman kanak-kanak. Jakarta:
PT Bumi Aksara
Fattah,
Nanang. 2012. Sistem penjaminan mutu pendidikan. Bandung: PT REMAJA ROSDAKARYA
Rosyada,
Dede. 2004. Paradigma pendidikan demokratis sebuah model pelibatan masyarakat
dalam penyelenggara pendidikan. Jakarta: Kencana Prenadamedia Group.
Rugaiyah.
Sismiati, Atiek. 2011. Profesi
Kependidikan. Bogor: Ghalia Indonesia.
tanggal
04 maret 2016 pukul 09.00 WIB.
http://studentgoblog.blogspot.co.id//2012/04/managemen/lingkungan-dan-budaya-sekolah.html diakses tanggal 04 maret 2016 pukul 09.16
WIB.
https://fadillawekay.wordpress.com/pendidikan/administrasi-pendidikan/hubungan-sekolah-dan-masyarakat/.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar